Negosiasi

Saya masih ingat ketika masih berada di pelatihan Pengajar Muda ada satu sesi yang secara khusus melatih para Pengajar Muda untuk bernegosiasi. Harapan dari sesi tersebut adalah ketika Pengajar Muda berada di daerah penempatan mereka bisa melakukan perundingan dengan aktor-aktor terkait dalam rangka perbaikan dan kemajuan berbagai aspek.

Namun, setelah saya berada di Pulau Para, khususnya mengajar di SDN Inpres Para, saya mengingat kembali pelajaran bernegosiasi itu. Akan tetapi, bukan bernegosiasi dengan perangkat kampung atau stakeholder sekolah yang paling sering saya alami, melainkan bernegosiasi dengan murid-murid saya di sekolah.

Mulai dari murid kelas I sampai kelas VI ada saja bahan yang harus kami nego dulu. Mulai dari waktu mulai belajar, waktu pulang sekolah, waktu masuk perpustakaan, waktu berolahraga, bahkan sampai soal makanan dan bahan belajar.

Misalnya, murid saya Rian kelas I belakangan ini sering meminta saya untuk bernego tentang jumlah paragraf bacaan yang harus dia baca. Biasanya saya menawarkan tiga paragraf sekali membaca, dia meminta dikurangi beberapa baris. Setelah bernego secara alot, biasanya bisa menjadi dua paragraf atau bahkan bertambah. Biasanya, saya yang mengalah. Dia menang dalam pernegoan ini.

Di kelas V, murid saya sering meminta bernego untuk jam pulang sekolah. Terkadang, mereka meminta pulang setengah jam lebih awal karena sudah lapar. Jarak sekolah yang begitu jauh dari rumah mereka dan kebetulan tidak membawa bekal menjadi alasan untuk pulang lebih cepat. Untuk yang ini, jarang saya memenangkan perundingan. Saya yang mengalah. Mereka menang.

Di kelas IV, murid saya sering meminta bernego untuk jumlah soal matematika yang akan mereka kerjakan. Biasanya saya menawarkan sepuluh soal. Setelah melewati perundingan yang alot, biasanya mereka akan mengerjakan lima soal saja.

Masih banyak perundingan maupun negosiasi yang saya alami dari hari ke hari. Dengan anak yang berbeda dan keinginan yang berbeda juga.

Sepengalaman saya, berunding maupun bernego dengan anak-anak berbeda bila dibandingkan dengan bernego dengan orang dewasa. Akan tetapi, banyak kesamaan juga.

Salah satu kesamaannya adalah kadang perundingan dengan mereka bisa berjalan alot dan lama. Terkadang berefek dengan hubungan pribadi yang nyaris retak, walaupun beberapa menit kemudian akan berdamai lagi. Perbedaannya adalah anak-anak sering yang dimenangkan.
Foto 1: Ibu Kawuka (Guru Kelas III) sedang berdiskusi dengan beberapa murid laki-laki.

Dari pengalaman penulis ini, mungkin salah satu bekal yang bisa dimiliki dan diasah adalah kemampuan bernegosiasi dengan anak-anak. Kalau kebetulan menemukan anak-anak yang asertif (baca: tukang protes) seperti murid-murid saya di sini, dirasa memang perlu untuk berlatih. J

Para, 15 Mei 2014


Komentar

Postingan Populer