Lompatan

Saya masih ingat kejadian yang menjadi latar ketika Jokowi maju menjadi calon presiden. Saat itu, saya bukanlah penggemar beliau. Saya juga bukan penghujat Prabowo. Saya adalah salah satu warga negara Indonesia yang mungkin bingung dengan segala jenis pemberitaan yang meninggikan salah satu calon, dan merendahkan calon lain. Seimbang sih, ada yang menghujat dan ada yang meninggikan. Anehnya, semua itu bisa terjadi dalam waktu yang bersamaan.

Saya sempat berpikir untuk menjadi golongan putih. Saya memilih untuk golput bukan karena alasan politis maupun ideologis. Saya memilih golput karena kedua belah pihak sama-sama saling menjelek-jelekkan. Bagi saya hal seperti ini tidak adil. Semua kandidat memiliki sisi buruknya masing-masing. Jadi, kalau mau menjagokan dan memilih salah satu pihak, saya tidak bisa. Saya tidak berpihak pada siapapun.

Maka, ramailah iklan layanan masyarakat mengenai pentingnya satu suara. Tidak boleh ada yang golput, karena satu suara sangat menentukan. Begitu katanya. Waktu itu, saya juga berpikir bahwa suara saya mungkin tidak akan berdampak pada kandidat tertentu. Sehingga, sampai pada masa tertentu saya masih memilih untuk menjadi golput. Lagi-lagi bukan karena alasan politis, apalagi ideologis.

Tibalah masa pencoblosan. Mau tidak mau, saya pun ikut mencoblos. Dalam keadaan terdesak saya pun mencoblos salah satu kandidat. Mungkin kalau waktu pencoblosan saya diijinkan berpikir dan merenung, mungkin saya butuh waktu sampai malam. Sayangnya saya tidak memiliki hak istimewa itu. Lima menit sebelum TPS (Tempat Pemungutan Suara) ditutup, saya sudah selesai mencoblos. Tidak ada harapan maupun doa di dalam diri saya supaya siapapun kandidat yang saya coblos akan menang. Datar begitu saja. Harapan saya hanya semoga tidak terjadi peperangan maupun teror yang mengancam keberlangsungan banyak manusia dalam pemilu kali ini.

Setelah melalui drama yang alot dan menegangkan, akhirnya disahkan lah bahwa pasangan Jokowi-JK menjadi pemenang pilpres tahun ini. Tidak hanya itu, pada 20 Oktober silam mereka telah resmi dilantik menjadi presiden dan wakil presiden Republik Indonesia untuk periode lima tahun ke depan. Saya tidak mengikuti pemberitaan mengenai terobosan-terobosan yang akan mereka lakukan bagi kebaikan negeri ini. Saya juga tidak begitu menantikan, tapi juga tidak menjadi antipati.

Kemudian, selang beberapa hari terbentuklah Kabinet Kerja yang akan beliau gawangi dalam lima tahun ke depan (seumpama tidak ada reshuffle). Setelah melihat nama dan latar belakang pendidikan maupun partai, saya juga berpikir bahwa memang bisa jadi beberapa kandidat merupakan titipan partai pengusung. Sebagai sebuah konsekuensi koalisi, bukan berarti sang menteri tidak bisa bekerja secara profesional. Nanti, seiring berjalannya waktu rakyat akan melihat kinerja dan integritas mereka kok.

Nah, melalui tulisan ini saya tidak akan menyoroti kinerja maupun latar belakang kehidupan para menteri.

Beberapa hari lalu saya menyadari sesuatu. Berawal dari melihat foto anak-anak yang sedang melompat. Tiba-tiba jaringan urat syaraf dalam otak saya bekerja membawa ingatan-ingatan masa lalu saya menuju masa kini.

Baru saja urat-urat syaraf saya membawa ingatan saya mengenai lompatan-lompatan kehidupan. Maksudnya, ada sesi dalam menjalani kehidupan ini kita bisa mengalami lompatan-lompatan tertentu. Melompat berarti menuju suatu tempat yang jauh, bahkan yang terkadang tidak bisa kita bayangkan sebelumnya. Ada sesi dalam kehidupan ini yang bisa membawa kita pada titik-titik tertentu yang jauh dari perkiraan, yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya, dan momen itu mengejutkan sekaligus menyenangkan.

Nah, kaitannya dengan Jokowi dan dalam hal ini Ibu Menteri Susi Pudjiastusi ada dalam lompatan ini.

Sebagai orang awam, tidak terlalu memahami politik sebab tidak pintar berprasangka dan mencurigai, saya mencoba memahami Pak Jokowi dan Ibu Susi dengan pemaknaan yang bisa dijangkau oleh akal sehat saya. Bisa jadi tidak dimengerti orang lain, karena pemahaman ini mungkin berlaku bagi saya saja.

Terpilihnya Pak Jokowi menjadi presiden Republik Indonesia bagi saya seperti mimpi di siang bolong. Saya membayangkan dulu jaman kecil ketika Pak Jokowi ditanyai mengenai cita-citanya, maka dengan gaya anak-anak yang tidak bepikir panjang beliau menjawab ingin jadi presiden. Tapi, seperti yang sudah umum terjadi, banyak orang dewasa yang menyepelekan mimpi anak kecil, dari desa pula.

Apakah Pak Jokowi (ketika rekaan dalam pikiran saya seperti itu) pernah membayangkan bahwa sekitar 33 tahun sejak beliau mengatakan ingin jadi presiden, beliau beneran jadi presiden? Beliau telah melalui tahapan dari walikota Solo, gubernur Jakarta, dan sekarang jadi presiden. Kalau saya bisa mewawancarai beliau secara eksklusif, mungkin saya hanya akan bertanya sekitar itu saja.

Saya membayangkan bahwa Pak Jokowi dan keluarganya pun telah mengalami lompatan-lompatan yang fantastis dalam kehidupan mereka. Ibu Iriana misalnya, apakah beliau memang pernah bermimpi menjadi Ibu Negara? Atau anak-anaknya, apakah mereka pernah bermimpi menjadi anak presiden? Bisa jadi tidak. Dugaan saya, kalau mereka seperti saya yang rombongan pemimpi ini, bayangan itupun tidak pernah muncul. Barangkali.

Sekarang, sosok Ibu Susi yang sedang hangat diperbincangkan mengenai kehidupan pribadinya. Ibu menteri yang bertato, merokok, bukan lulusan perguruan tinggi, dua kali menikah, dan banyak lagi hal yang digunjingkan mengenai beliau.

Bukankah juga Ibu Susi sedang mengalami lompatan dalam hidupnya? Saya sebagai rakyat biasa berpikir bahwa seorang ibu menteri yang ‘nyentrik’ begini bisa juga dijadikan panutan. Nilai dan norma yang selama ini menganggap bahwa perempuan merokok, bertato, maupun pernah menikah lebih dari sekali biasanya dianggap remeh. Tapi, bisa jadi karena beliau adalah pengusaha sukses yang luar biasa maka label yang sudah keduluan melekat itu jadi tidak berarti apa-apa.

Coba misalnya, ada perempuan bertato, merokok, menikah lebih dari sekali, tidak lulus sekolah, eh jadi bandar narkoba. Mungkin dilirik pun tidak. Akh, saya bingung dengan standar ganda yang beginian. Tapi, ya sudahlah toh saya ingin bercerita mengenai lompatan-lompatan tadi.

Melihat kenyataan bahwa Pak Jokowi yang latar belakangnya bukan keluarga darah biru, bukan dari kalangan pejabat militer, bukan juga pengusaha multinasional yang memiliki cabang di 25 negara, tapi bisa jadi presiden membuat saya yakin bahwa setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan lompatan-lompatan tertentu dalam kehidupan masing-masing.

Pak Jokowi yang dinggap ‘ndeso’ bisa jadi presiden menghadirkan khayalan baru yang menguntungkan. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, saya tidak berbicara mengenai kinerja beliau.

Saya hanya rakyat biasa yang senang berkhayal. Maka dengan lompat-lompatan hidup Pak Jokowi saya percaya bahwa apapun semakin mungkin terjadi. Tidak ada mimpi yang hadir untuk disepelekan.

Misalnya, ketika seorang anak kecil di pulau terpencil sana yang lambat membaca, sering tinggal kelas, yang tidak pintar matematika, yang sering dipukul orangtua mereka memiliki mimpi, maka kita tidak akan pernah tahu lompatan macam apa yang akan mereka alami di masa depan.

Begitu juga dengan lompatan yang dialami oleh Ibu Susi. Mungkin ada perempuan di ujung sana yang tadinya dianggap rendah karena label yang segera melekat bertambah semangat untuk menjadi perempuan hebat. Atau, perempuan di belokan sana yang berpikir tidak ada tempat bagi perempuan yang telah disudutkan secara sosial kemudian akan menjadi perempuan yang hebat di bidangnya. Bisa jadi perempuan luar sana yang pekerjaannya menilai dan merendahkan perempuan lain karena apa yang kelihatan kemudian bertobat dan menyadari bahwa siapapun berhak untuk mendapatkan impian mereka. Termasuk mereka sendiri.

Tulisan ini bukan dongeng, bukan juga tulisan super yang ingin menyemangati. Tapi, hanya ingin menceritakan bahwa lompatan-lompatan itu ada, dan semua orang berhak mengalami lompatan-lompatan itu.

Entah pun lompatan ini mungkin hanya berlaku bagi saya, sebab bagi saya lompatan ini pun berlaku secara pribadi dan saya mengakuinya.

Selamat mengalami.

29.10.2014
Foto 1: Murid-murid Kelas VI sedang berlomba Lompat Karung

23.23 WITA


Komentar

Postingan Populer