Pembelot Muda
Mungkin
sebutan ini yang paling cocok untuk diri saya. Ditempatkan di SD Inpres Para
ini bukan saja tentang mengajari mereka tentang banyak ilmu pengetahuan, tetapi
juga menjadi saat yang tepat untuk mempertanyakan banyak hal lagi. Banyak
pertanyaan yang muncul sebagai akibat dari suasana di lingkungan dan banyak
juga pertanyaan yang muncul tiba-tiba.
Menjadi guru
bagi mereka ini memang tidak lantas membuat posisi saya harus disegani, dihormati,
dikagumi dan ditakuti. Karena itu juga semua murid saya menganggap saya teman
mereka ketimbang menjadi guru. Teman yang sedang mengajari mereka. Begitulah
kira-kira.
Mungkin
ketika banyak rekan pengajar lain yang sedang berbulan madu dengan murid-murid
mereka, saya justru sedang bingung dengan diri dan kelakukan saya. Misalnya
dengan bertanya kepada diri saya sendiri “Mengapa
saya harus mengajari mereka?” “Mengapa
mereka harus hapal perkalian?” dan masih banyak pertanyaan mengapa lainnya.
Bukannya
tidak lagi memahami tujuan awal menjadi Pengajar Muda di sini, tapi setelah
berada di sini, saya berpikir apa yang sudah dibekali di Jakarta jauh dari
kenyataan. Tidak semuanya kontekstual dan bisa diaplikasikan. Benar-benar harus
memulai dari Nol. Semua harus serba Nol. Nol ekpektasi, Nol euforia, Nol
kebanggaan.
Saya
mengerti bahwa kedatangan saya ke pulau ini bukanlah tentang diri saya , bukan
saya yang menjadi pusat perhatian. Bukan tentang menceritakan anak-anak dari
sudut pandang saya seolah-olah mereka adalah tokoh figuran yang menyemarakkan
cerita saya dan saya, dan bukan saya yang berada di atas panggung sekolah
maupun kampung saya ini. Saya bukanlah pusat perhatian. Saya sama saja dengan
mereka ini. Saya memakan yang mereka makan. Saya minum air sumur/hujan seperti
yang mereka minum.
Ketika saya
mengajari dan meminta anak-anak saya untuk menghapal perkalian, dalam waktu yang
bersamaan saya bertanya kepada diri saya sendiri “Memangnya kenapa kalau mereka tidak tahu perkalian?” Mereka tidak
bodoh ketika mereka tidak tahu perkalian. Sama juga ketika mempertanyakan misi
utama pendidikan ini, yaitu untuk menerangi kehidupan mereka yang kita anggap
gelap dan suram karena jauh dari peradaban modern yang kaya akan pengetahuan
dan wawasan.
Pulau ini
memiliki peradaban, begitu juga dengan daerah terpencil lainnya. Mereka
memiliki ritme hidup sendiri. Saya sempat menyesalkan kenapa ada listrik,
signal, maupun teknologi lain di pulau ini. Ketika listrik yang walaupun hanya
5 jam (mulai dari pukul 6 sore sampai pukul 11 malam) mereka lebih memilih
menonton televisi atau memutar musik. Dalam waktu yang bersamaan kemajuan pun
membawa ‘sisi gelap’nya.
Cita-cita
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa memang terlalu besar dan mewah bagi saya.
Anak-anak di pulau ini sudah cerdas sedari dulu. Mereka sudah cerdas oleh bentukan alam maupun keluarga. Mereka adalah hasil didikan langsung oleh
alam. Mungkin mereka dianggap gelap dan suram hanya oleh mereka yang telah
mencicipi buah modernisme di kota besar sana.
Akan tetapi,
ketika mempertanyakan banyak hal seperti ini, masih juga terbersit di dalam
hati sepenggal doa untuk anak-anak ini. Semoga mereka kelak bisa menjadi
manusia yang lebih baik dan memiliki masa depan yang baik sebagaimana skenario
yang sudah disiapkan oleh Pencipta Alam Semesta ini.
Apapun yang
saya lakukan saat ini, semoga tidak menuju kesia-siaan meskipun bukan sesuatu
yang ‘wah’ maupun berjasa. Kalaupun kelak anak-anak ini sudah menghapal
perkalian, semoga saja bisa berfaedah. Hanya menambah pengetahuan dari segudang
pengetahuan yang sudah mereka miliki.
Seperti
mengutip ucapan dari Bunda Theresa yang mengatakan “bahkan meneteskan setitik air ke dalam samudra pun berguna” maka
berteman dengan mereka, mengajari mereka, dan mendampingi mereka dalam setahun
mendatang pun semoga tidak berujung pada kesia-siaan. Tapi, sekali lagi bukan
juga sesuatu yang ‘wah’ dan berjasa.
Pembelot
Muda 09.09.2013
21.33
WITA
M
& M
*Semoga kata ‘Pembelot’ ini tidak
ditanggapi dengan serius, tapi semoga ketika membacanya justru mengundang
senyum maupun tawa. Juga mungkin membosankan.
Komentar
Posting Komentar