FESTIVAL ANAK SANGIHE
Gambar 1: Suasana Pawai Budaya yang merupakan salah satu rangkaian acara Festival Anak Sangihe yang diadakan di Tahuna, Ibukota Kabupaten Kepulauan Sangihe pada 27-30 Januari 2014. |
Mereka bersatu untuk merayakan banyak hal. Mereka berkumpul
untuk merayakan pertemuan tahunan mereka. Hanya sekali setahun mereka bisa
bertemu sekaligus reunian. Pertemuan anak-anak dari delapan pulau ini bernama
Festival Anak Sangihe (FAS) yang berlangsung mulai tanggal 27-30 Januari 2014 lalu.
Adapun kedelapan pulau itu bernama Pulau Beeng Darat, Pulau Nanedakele, Pulau Enggohe, Pulau Lipang, Pulau
Matutuang, Pulau Kawio, Pulau Kalama, dan Pulau Para. Masing-masing sekolah
yang ditempati oleh Pengajar Muda ini mengirimkan anak-anak mereka sebagai
peserta dalam acara yang mulai dirintis oleh Pengajar Muda angkatan pertama di
Kepulauan Sangihe.
FAS dilaksanakan di Kota Tahuna, ibukota Kabupetan Kepulauan
Sangihe yang juga menjadi rangkaian perayaan ulang tahun Kabupaten Kepulauan
Sangihe ke-589 yang sering disebut sebagai Tulude.
Rangkaian acara dalam empat hari pelaksanaan sudah di susun
sebaik mungkin. Semua acara ditujukan untuk kepentingan anak-anak, terutama
dalam mengekspresikan ide maupun mengasah kepercayaan diri mereka.
Pada hari pertama anak-anak di bawa mengunjungi beberapa
instansi yang berada di Tahuna. Mulai dari kantor PLN, Bank BNI, RSD Liun
Kendage, Kodim 1301, dan Pangkalan Angkatan Laut (Lanal). Tujuan dari acara
“Hari Cita-Cita” ini adalah ingin memperkenalkan jenis-jenis pekerjaan maupun
cita-cita yang boleh mereka usahakan dan impikan sejak sekarang.
Setelah lelah berkeliling Kota Tahuna, pada hari kedua
anak-anak setiap pulau ini diberikan kesempatan untuk mementaskan pagelaran
seni dan budaya yang khas dari masing-masing pulau. Misalnya, Pulau Lipang
menghadirkan Tari Salo yang
gerakannya seperti tari perang. Pulau Kalama hadir dengan vokal grup musik
bambu. Pulau Para menampilkan Masamper,
grup yang menyanyi sambil menari tanpa iringan alat musik. Ada juga Tari Nelayan dari Pulau Nanedakele, dan
Empat Wayer dari Enggohe, sedangkan
Pulau Matutuang hadir dengan vokal grup. Semua yang dihadirkan oleh setiap
pulau membawa ciri khas dari masing-masing pulau.
Ciri khas yang di bawa oleh masing-masing pulau menjadi
bukti beragamnya adat dan budaya di Kepulauan Sangihe ini. Bentangan laut yang
luas menjadi tanda bahwa mereka berbeda, tapi bukan berarti tidak bisa bersatu,
seperti tema FAS tahun ini “Masembau su
Pedalahaghiang” yang berarti bersatu dalam keberagaman.
Pada hari terakhir, tanggal 30 Januari 2014 peserta
mengikuti acara “Pawai Budaya” yang juga diikuti oleh hampir setiap sekolah
mulai dari SD sampai SMA di Kota Tahuna. Ada yang menampilkan drumband dan atraksi budaya lainnya.
Mereka mengelilingi Kota Tahuna dan berakhir di podium kehormatan yang langsung
disaksikan oleh Bupati Kepulauan Sangihe beserta jajarannya.
Apa yang istimewa
dari FAS?
Keistimewaan dari kegiatan ini adalah berkumpulnya anak-anak
dari delapan pulau di dalam satu tempat. Selama kegiatan berlangsung mereka
menginap di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) di Kota Tahuna. Bisa dibayangkan
bagaimana nuansa keseruan dan kebahagiaan anak-anak ini ketika berkumpul dan
bermain bersama di satu tempat. Walaupun mereka baru pertama kali bertemu,
ternyata chemistry mereka tidak perlu
dibangun dalam waktu yang lama.
Ada juga yang berpendapat bahwa FAS ini menjadi ajang bagi
anak-anak pulau yang belum pernah melihat kota selain pulau mereka
masing-masing. Jadi, beberapa dari anak-anak pulau ini sengaja di bawa ke
tempat perbelanjaan maupun hanya sekedar keliling Kota Tahuna.
Lebih dari semua itu, berkat acara ini juga anak-anak dari
delapan pulau ini menjalin persahabatan yang erat. Terlihat ketika
masing-masing rombongan pulau harus pulang dan meninggalkan Tahuna, ada yang
menangis dan bersedih melepas kepergian sahabat baru mereka. Tidak berhenti
sampai di situ, sebelum mereka berpisah ternyata mereka sudah ada yang saling
bertukar barang masing-masing. Ada yang memberikan cincin, kalung, maupun surat.
Keesokan harinya, tiba-tiba aula, dapur, maupun kamar-kamar
di SKB terlihat begitu hening dan sepi. Mereka sudah pulang ke pulau
masing-masing, tapi mereka tidak pulang dalam kesia-siaan. Mereka pulang
membawa pengalaman, cerita, maupun pembelajaran yang akan mereka ingat seumur
hidup mereka. Mereka juga akan selalu mengawal sahabat-sahabat baru mereka
dalam doa dan mimpi. Seperti janji mereka kala itu.
***
Tahuna, 07 Februari 2014
Pengajar Muda Kabupaten Sangihe
Komentar
Posting Komentar