Lewat
Kemarin, Rian murid saya
di Kelas I datang melapor. Dia melaporkan bahwa kepalanya benjol. Dia bersama
dengan anak lain terjatuh di atas sebuah batu dan kepala mereka terbentur ke
batu itu ketika sedang bermain. Alhasil, dia tidak berhenti menyentuh benjolan
di kepalanya selagi ia bercerita kronologi kejadian sore itu.
Akan tetapi, walaupun
saya tidak berada di tempat kejadian tersebut, saya merasa menjadi salah satu
penyebab dari munculnya benjolan di kepala Rian. Kenapa?
Karena siang itu saya
secara tidak sengaja (mungkin bisa lebih
jujur lagi) ketiduran setelah kepanasan yang begitu luar biasa pulang dari
sekolah. Ketika saya beristirahat siang (tidur
lelap) ternyata mata dan badan saya tidak tahu diri. Saya terlelap dalam
mimpi indah di siang itu. Saking indahnya saya tidak ingat juga.
Kemudian saya
berandai-andai di dalam benak. Mungkin kepala Rian tidak akan benjol kalau saja
saya datang siang itu. Rian tidak akan bermain dengan temannya kalau saja saya
datang ke rumahnya siang itu. Selalu saja pernyataan itu datang dan
menghampiri. Sebagian menjadi semacam penyesalan karena kepala Rian menjadi
benjol karena terbentur batu.
Sayangnya, saya tidak
bisa menunda peristiwa yang sudah terjadi. Saya tidak bisa masuk ke dalam mesin
waktu untuk kembali ke waktu itu, dan memperbaiki situasi, sehingga kepala Rian
tidak akan benjol seperti sekarang. Yang jelas saya sudah melewatkan sesuatu.
Saya merasa telah
melewatkan momen untuk datang sore itu. Saya telah melewatkan kesempatan untuk
menghindarkan Rian dari benturan batu. Saya telah melewatkan momen untuk
menyelamatkan kepala Rian. Kalau saja saya datang.
Tapi mungkin dalam
kehidupan sehari-hari kita juga banyak melewatkan momen untuk mendapatkan hal
baik, kado, keberuntungan, dan kesempatan karena keputusan kita untuk tidak
melakukan sesuatu. Bisa jadi karena kita memang sengaja melakukannya dan atau
benar-benar di luar kehendak kita.
Maksudnya, mungkin Alam
Semesta sedang berkonspirasi untuk melakukan sesuatu. Kalau orang seperti saya
biasa berucap ‘yah, mungkin memang harus
demikian adanya.’ Nah, hal begini yang saya maksud di luar kehendak itu. Bahwa
ada hal-hal di muka bumi ini yang tidak bisa kita ubah. (Klasik!)
Mungkin alasan kedua
yaitu di luar kehendak kita ini lah yang masih misteri sampai sekarang. Apakah
memang saya ‘sudah di atur’ untuk kelelahan sehingga tertidur lelap dan kepala
Rian harus benjol sore itu? (Sok serius!)
Kalau memang begitu
anggaplah saya tidak tahu diri untuk bertanya ‘tapi, kenapa? untuk apa?’
Bukankah akan baik adanya kalau saya datang sore itu sehingga kepala Rian
terhindar dari benjol? (Sepertinya
kabel-kabel di dalam otak saya sudah mulai kepanasan.)
Atau mungkin pertanyaan
ini pun tidak perlu di jawab sekarang. Bisa jadi memang peristiwa ini menjadi
pengingat saja. Mungkin sudah banyak hal
baik, keberuntungan, kado, dan kesempatan yang sudah kita lewatkan. Apapun
alasan penyebab kejadian itu.
Atau mungkin tidak perlu
dipikirkan juga. (Kurang kerjaan!!)
04.05.2014
Komentar
Posting Komentar