Good People!
Sengaja saya buat judulnya dalam Bahasa Inggris, karena
lebih mewakili untuk tulisan saya berikut. Berangkat dari sebuah pengalaman
anak manusia yang bisa saja menjadi pengalaman ribuan anak manusia di seluruh
dunia. Ceritanya begini.
Di sebuah desa yang sejuk dan nyaman untuk tidur lelap ada
seorang peternak yang sedang berusaha untuk mengisi hari-harinya dengan
mengasihi ternak ayam dan bebek. Dia sudah terbiasa mendengar suara kokok ayam
jantan yang sedang menuju kedewasaan. Dia juga sudah terbiasa dengan kotoran
mereka yang menjadi alasan untuk membersihkan teras dan pekarangan setiap hari.
Ayam dan bebek itu telah menjadi bagian hidupnya yang baru ia sadari yaitu
kasih manusia kepada binatang. Lebih lucu lagi, si anjing kesayangan turut
mengasihi penghuni baru yang harusnya membuat anjing itu iri bukan kepalang. Alhasil,
tidak jarang si anjing menyisakan makanannya untuk ayam dan bebek yang sudah
keburu tidak tahu diuntung. (Untung belum
saya mangsa kamu! Batin si anjing kesayangan dari hari ke hari dengan candaan
khasnya)
Di sebuah perkotaan yang padat dan sesak, ada sebuah warung
makan sederhana yang digawangi oleh beberapa pemuda. Ada yang istimewa dari
warung makan yang berada di sebuah trotoar jalanan yang sebenarnya tidak
terlalu padat. Tapi, pelanggannya selalu ramai setiap malam. Iya, mereka
beroperasi setiap sore menjelang malam. Pekerja di warung makan ini sangat
ramah. Mereka tidak sungkan tersenyum menyapa para pelanggan. Sesekali mereka
melempar candaan yang membuat tersenyum. Sesekali menggoda pelanggan cantik
yang ditanggapi dengan tawa canda si pelanggan cantik itu. Tidak selamanya
cantik itu galak, pikir pemuda itu. Betapa senangnya pelanggan itu menghabiskan
makan malamnya bersama pemuda yang tidak bersekolah tinggi, tapi baik hati.
Ada juga seorang supir angkot yang dengan sukarela mengantar
seorang pendatang tersesat di sebuah kota. Si sopir yang baru ditemui itu tidak
sungkan-sungkan menawarkan air minum kepada si pendatang itu. Si sopir
mengantarkan si penumpang ke tempat tujuan tanpa imbalan apapun. Hanya dibilang
terima kasih saja nampaknya sudah istimewa.
Ada juga seorang pembantu rumah tangga yang memperlakukan
tamu tuan rumah dengan begitu lembut dan manusiawi. Dia meladeni orang yang
bukan tuan rumah dengan segenap ketulusan dan kerajinan yang dimiliki.
Ada juga seorang penjual dvd film bajakan yang tidak sungkan
menjelaskan bahwa hasil bajakan film luar itu masih jelek. Jadi kalau mau beli,
nanti saja kalau gambarnya sudah bagus. Dia tidak hanya mengejar keuntungan.
Nun jauh di sana ada seorang nenek yang tidak sungkan
membagikan sukun goreng, menyuguhkan tes manis hangat, dan membuat kue
kering untuk seorang yang tidak terlalu
ia kenal di tengah keterbatasan bahan makanan untuk mereka dan cucu yang
cantik.
Kalau saya harus menuliskan manusia-manusia lainnya mungkin
satu tulisan tidak akan selesai. Mungkin, kalian bisa memperhatikan kesamaan
dari sosok yang saya tulis di atas? Sudah dapat ya benang merah mereka?
Yup, orang baik yang saya tulis di atas adalah orang-orang
baik yang ada di sekitar kita. Kalau saja kita mau membuka diri dan mata hati
kita, maka kita akan melihat taburan manusia-manusia sederhana yang memancarkan
kebaikan bagi kita dan sekelilingnya.
Orang baik bukan hanya orang berduit banyak yang menyumbang
yayasan untuk orang-orang yang membutuhkan. Orang baik bukan hanya orang yang
telah bekerja untuk kemanusiaan. Bukan hanya orang yang telah mengabdi di
pedalaman selama kurun waktu tertentu. Orang baik bukan hanya yang rajin
beribadah sesuai dengan keyakinannya saja. Orang baik bukan hanya orang yang
telah melakukan kebaikan secara terorganisir.
Orang baik yang lain adalah orang yang tetap melakukan
kebaikan meski luput dari pandangan. Orang yang mengasihi hewan. Orang yang
mengerjakan hal-hal yang dianggap sepele oleh orang pada umumnya juga bisa
memancarkan kebaikan dan kemanusiaan. Mungkin mereka juga luput dari pandangan
kita, karena sudah keburu memandang materi dan gelar yang melekat menjadi
penanda status sosial yang nyatanya bukan variabel utama untuk menjadi manusia
baik.
Bisa jadi ini menjadi pengingat bagi kita untuk bisa membuka
mata dan pikiran selebar-lebarnya kalau kebaikan itu begitu sederhana dan tidak
perlu mewah. Namun, tantangannya adalah manusia itu sendiri. Dengki dan iri
menjadi alasan utama untuk meniadakan kebaikan itu. Banyak orang baik yang
terkadang mendapatkan hal yang tidak baik.
Jadi, kenapa harus menjadi manusia yang tidak baik?
Merusak kebahagiaan seseorang yang mengasihi hewan
peliharaannya dengan meracuni semua hewan itu. Merusak kebahagiaan seorang anak
dengan menjelek-jelekkan orang tuanya? (Semua anak di seluruh dunia pasti akan sepakat dengan
hal ini!)
Kenapa kita harus merusak kebahagiaan orang lain? Apakah kita
tidak bisa turut senang dengan kebahagiaan mereka? Tidak bisakah kita lebih
bersabar menanti bagian kita untuk bahagia dengan cara berbeda?
Kenapa kita manusia harus saling menyakiti?
Tidak bisakah kita tetap menjadi baik. Baik-baik.
Foto 1: Nenek yang baik dengan cucunya. :) |
06.11.2014. 23.08 WIB
Komentar
Posting Komentar