Guru
Belakangan ini, saya sering memikirkan tentang peran yang
telah saya jalani selama satu tahun silam. Saya menjadi salah satu dari 74
orang yang menjadi Pengajar Muda angkatan VI dalam program Indonesia Mengajar. (Teriring terima kasih untuk Indonesia Mengajar)
Awalnya saya tidak percaya bahwa menjadi Pengajar Muda akan
menjadi salah satu babak dalam hidup saya yang harus saya jalani. Tapi, percaya
tidak percaya saya sudah menjalani satu tahun peran menjadi seorang guru muda
di Pulau Para, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.
Menjadi guru sekolah dasar bukanlah perkara mudah, apalagi
menjadi contoh atau teladan bagi anak-anak yang pada usia emas mereka sangat
mudah meniru perangai orang dewasa di sekitar mereka. Saya pun mengalami itu
selama setahun. Saya mengalami bagaimana saya harus menjaga tutur kata,
tindakan, pilihan kata, bahkan kebiasaan selama bersama dengan mereka, meskipun
dalam beberapa hal saya lengah dan kecolongan.
Ada satu hal yang menarik memang ketika menjadi guru, yaitu kita selalu ingin anak didik kita menjadi
manusia yang terbaik di masa depan. Tidak
pernah ada guru yang mengharapkan anak didik mereka menjadi sampah masyarakat.
Guru selalu mengharapkan dan mendoakan anak didik mereka berhasil. Maka,
terkadang memarahi atau bahkan memberi hukuman fisik menjadi salah satu cara
yang dianggap bisa mengingatkan anak didik supaya berada pada jalur yang benar.
Kebahagiaan seorang guru adalah dapat melihat dan
menyaksikan anak didik mereka terampil, cekatan, dan berada pada jalur yang
benar. Selebihnya tidak ada. Cukup. Cukup.
Selama menjadi guru muda, saya tidak hanya mengajar mata
pelajaran maupun keterampilan tertentu, tapi saya juga mendapatkan pembelajaran
hidup yang bisa menjadi modal untuk peningkatan kapasitas diri sendiri.
Pola hubungan yang saya bangun dengan anak didik saya sangat
lucu. Hal ini membuat saya tidak pernah bosan ketika bersama mereka. Sesekali
saya marah, mereka tertawa. Sesekali saya tertawa, mereka marah. Dari mereka
saya belajar untuk menjadi diri sendiri.
Menurut pemikiran saya, anak-anak adalah salah satu jenis
manusia yang paling bisa menerima orang lain apa adanya. Tanpa pretensi maupun
imbalan. Oleh karena itu, saya sangat senang berada bersama dengan anak-anak. Mereka
menerima saya apa adanya, bahkan bersama mereka saya menemukan potensi diri
saya yang lain.
Selama berada di pulau bersama dengan mereka, saya tidak
perlu pakai make-up, bedak, gincu, maupun produk kecantikan lainnya, karena
bagi mereka saya sudah cantik. Cukup bagi saya. Tidak ada alasan yang mampu
menghalangi saya untuk tidak melakukan yang terbaik bagi mereka.
Dalam momen hari guru ini, saya ingin bersaksi bahwa menjadi guru itu menyenangkan. Menjadi guru
itu adalah berkat tersendiri. Mungkin tidak semua orang memiliki kapasitas yang
baik untuk menjadi guru, tapi saya yakin semua
orang bisa menjadi guru.
Ketika kalian memikirkan kebaikan
untuk orang lain, kalian adalah guru.
Ketika kalian berharap orang lain
bisa lebih baik dan menemukan potensi diri yang luar biasa yang mereka miliki,
kalian adalah guru.
Ketika kalian berpikir bahwa
semua orang berhak mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan hal-hal baik dalam
hidup mereka, kalian adalah guru.
Ketika kalian memberi kesempatan
bagi orang lain untuk berkembang, kalian adalah guru.
Ketika kalian berani mengatakan ‘tidak’
untuk kepentingan diri sendiri demi orang lain, kalian adalah guru.
Ketika kalian menjadi contoh yang
baik bagi orang lain, kalian adalah guru.
Ketika kalian bisa menyentuh hati
orang lain, kalian adalah guru.
Guru ada dimanapun
dan siapapun bisa menjadi guru.
Selamat Hari Guru.
Terima kasih untuk semua guru yang telah membentuk dan
mendidik generasi demi generasi.
Khususnya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada
guru-guru yang tidak dikenal yang tetap mengabdi di pedalaman, desa terpencil,
perbatasan, dan daerah konflik.
Berbahagialah mereka guru.
25.11.2014
Foto 1: Tidakkah menyenangkan bersama dengan mereka? :) |
Komentar
Posting Komentar