“Eee… Kaka Monik itu Keresten”

Senyum dulu! :)

Bayu tidak bisa menyembunyikan ketidaksabarannya untuk memberitahukan agama saya kepada teman-temannya. Lucu sih. Berada di pulau yang 100% penduduknya beragama islam membuatnya sangat antusias dengan hal-hal yang berbeda.

Sore itu saya mengingatkan anak-anak untuk sholat ke masjid, seperti yang dilakukan beberapa orang dewasa di sekitar mereka. Beberapa dari kumpulan ‘calon imam’ itu mengajak saya untuk ikut sholat ke masjid.

Setiap kali saya mengingatkan mereka untuk sholat, mereka selalu memiliki alasan ampuh dan jitu untuk mangkir dari kewajiban. Hahaha… saya selalu terbayang dengan beberapa aksi mereka yang membuat mereka tidak jadi berangkat ke masjid.

Penduduk dan anak-anak di Pulau Tomara, Halmahera Selatan memang sudah tidak asing dengan pengunjung yang datang ke pulau. Mereka cenderung terbuka dengan orang-orang yang berbeda dari mereka.

Anak-anak tidak sungkan untuk menanyakan agama maupun informasi pribadi lainnya. Bukan karena mereka tidak menyukai orang yang berbeda, tapi karena mereka penasaran. Penasaran dengan sensasi bertemu dengan orang yang tidak seperti mereka.

Informasi yang saya dapatkan di Ternate adalah konflik Ambon juga berdampak bagi penduduk yang tersebar di pulau-pulau kecil Maluku, bahkan beberapa pulau masih membuat sekat-sekat perbedaan agama di antara mereka. Akan tetapi, sebagian besar orang Pulau Bacan yang saya tanyai yakin bahwa walaupun ada sekat-sekat agama itu, mereka tidak akan termakan provokasi lagi.

Ada yang lucu yang saya rasakan ketika anak-anak menanyai agama saya. Berangkat dari pengalaman di Flores, saya belajar untuk menjawab dengan jujur dan tidak bertele-tele lagi ketika anak-anak bertanya tentang informasi pribadi.

Semua anak-anak sepakat bahwa walaupun berbeda agama kami tetap bersahabat. Kami sepakat bahwa apapun agamanya, semua orang wajib saling mengasihi.

Sampai saat ini saya masih belum bisa melupakan ucapan Bayu itu. Saking semangatnya, untuk menyebut Kristen saja sampai jadi keresten. J

Monik