Surat Kepada (Calon) Ibu Mertuaku (4)


Dear Madam,

Ternyata sudah hampir sebulan lebih saya tidak mengirim surat balasan untuk suratmu itu. Ahh.. terlalu banyak hal yang terjadi selama sebulan terakhir ini. Saat ini saya sedang berada di Lombok Utara dan masih akan di sini sampai petengahan bulan November ini. Mudah-mudahan semua urusan ini selesai dengan lancar dan baik-baik saja.

Saya ingin bercerita kepadamu sedikit mengenai Lombok. Saya merasa di Lombok ini cuacanya begitu panas. Panas yang menyengat dan bisa membuat saya cepat marah alias darah tinggi. :)

Beberapa minggu lalu saya menyempatkan berkunjung ke Pulau Gili Trawangan yang terkenal itu. Sudah disulap memang pulau itu menjadi kota. Saya bahkan menemukan mesin ATM di sana. Hahahah...


Saya juga sempat belajar menggunakan papan surfing dan diajari oleh kakak instruktur yang sabar dan baik hati. Selama dua hari saya mencoba menyerap suasana di Gili Trawangan. Hasilnya adalah lumayan buat refreshing dari kehidupan saya di desa. Gelombang laut ketika menyebrang dari Pelabuhan Bangsal menuju Gili memang membuat jantung saya hampir copot.

Madam, saya juga sudah berkunjung ke Gunung Rinjani yang terkenal itu. Saya ikut trip tiga hari dua malam bersama orang-orang baru. Cerita selama perjalanan ke Rinjani pun tidak akan bisa saya habiskan dalam surat ini, tapi saya berjanji akan menceritakan detail-detail yang masih saya ingat di surat-surat berikutnya.

Seperti yang mungkin Madam bisa tebak, secara sekilas saya bukanlah pendaki gunung. Saya juga tidak bergabung di kelompok Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) ketika zaman kuliah dulu. Kadang-kadang saya juga bingung apa sih yang saya lakukan selama empat tahun kuliah di Jogja. Hihihi...

Saya hanya bermodalkan semangat'45 tanpa serius mempersiapkan diri untuk medan-medan sulit yang begitu nyata selama perjalanan. Oiya, motivasi saya mengikuti trip Rinjani ini bukanlah untuk menaklukkan gunung.

Bukan juga untuk menambah koleksi gunung yang sudah berhasil didaki. Bukan juga untuk mencari wangsit. Murni niat saya adalah berkenalan dengan Gunung Rinjani yang rasanya sudah memanggil saya bahkan sebelum saya tiba di Lombok.

Anak laki-lakimu tertawa ketika saya ceritakan mengenai awal mula saya ingin ke Rinjani. Banyak pembahasan kami yang memang tidak masuk akal dan logika untuk anak zaman now. Terkadang saya berpikir obrolan yang tidak masuk akal lah yang membuat otak segar kembali. Hahaha...

Menuju kegilaan sih sebenarnya. Kadar kegilaan saya dengan anak laki-lakimu beda tipis sih. :) Kegilaannya turun dari Madam ya?

Kalau iya, berarti saya sudah memilih orang yang tepat untuk menjadi calon mertua saya. Semoga kadar kegilaan kita juga tidak jauh beda. Sesama orang gila harus bersatu dan saling mendukung!

Saya berharap Madam tidak menaggapi ini dengan serius ya! Saya hanya bercanda. Bagaimana mungkin saya yang belum bertemu Madam malah mendoakan Madam untuk jadi gila seperti saya. Iye kan? Saya bisa dicap sebagai calon menantu durhaka. :)

Oiya, selama di Gunung Rinjani kemarin saya satu grup dengan orang-orang berkaki panjang dan yang bertenaga kuda. Saya masuk nominasi menjadi orang paling lemah dan lambat selama tiga hari kemarin. Sebenarnya saya sudah memenangkan piala untuk kategori itu.

Untuk mencapai camp site pertama rekan-rekan grup saya hanya membutuhkan waktu sekitar empat jam, sedangkan saya membutuhkan waktu sekitar tujuh jam. Dari Pelawangan Sembalun, tempat kami menginap di malam pertama menuju Danau Segara Anak, mereka hanya membutuhan waktu dua jam, sedangkan saya butuh waktu empat jam.

Terus, dari Danau Segara Anak menuju Pelawangan Senaru, tempat menginap di malam kedua, rekan tim saya bisa mencapainya sekitar tiga jam, sedangkan saya butuh lima jam.

Rinjani terlihat dari Pos I
Saya tidak sedih. Tidak juga marah, karena kami sedang tidak bertanding. Kalaupun bertanding tentu saya hanya akan menjadi tim hore. Hanya saja dari pengalaman itu saya menemukan bahwa ritme saya memang lambat bila dibandingkan dengan orang pada umumnya.

Ketika orang-orang tertentu bisa mendapatkan yang mereka impikan, saya mungkin butuh waktu lebih lama. Jadi, hidup ini memang bukan perlombaan siapa duluan dapat dan siapa yang belakangan. Mungkin sih. Heheh...

Kenapa saya bisa menghabiskan waktu lebih banyak dibandingkan rekan-rekan saya untuk tiba di tempat tujuan?

Saya sering istirahat dan menyaksikan pemandangan di sekitar saya.  Saya juga berjalan lebih lambat, apalagi yang di jalan pendakian, setiap lima langkah saya pasti istirahat. Hahah..Saya juga mengobrol dengan diri saya dan juga dengan guide yang berjalan bersama saya. Saya juga sempat mau ngobrol sama pohon, tapi saya urungkan niat itu.

Waktu kami menuju Pelawangan Sembalun, saya sering duduk untuk menyaksikan Milky Way dan mendengarkan gemuruh angin. Ternyata semakin mendekati tujuan, medan yang ditempuh semakin berat. Kaka porter harus datang ke bawah untuk menjemput saya dan menuntun saya sampai ke atas. Sungguh malam yang ajaib!

Keberadaan kaka porter dan guide juga menjadi penolong bagi saya selama perjalanan itu. Kalau mereka tidak ada mungkin cerita saya akan berbeda. Lebih dramatis sepertinya. Hihii...

Saya juga menjadi percaya bahwa kita memang tidak akan pernah sendirian. Akan selalu ada yang menolong. Saya tidak sendirian. Saya tidak pernah sendirian.

Madam, nanti saya sambung lagi cerita saya mengenai pengalaman di Rinjani kemarin ya. Mudah-mudahan Madam masih betah membaca surat-surat balasan saya. Dimanapun Madam dan anak laki-laki Madam saat ini, semoga kalian dalam keadaan sehat dan gembira.

PS: Saya lampirkan foto Danau Segara Anak ya. Saya sudah kehabisan kata-kata untuk melukiskan keindahannya. :)


Lombok Utara, 8.11.2017
Monik

Komentar

Postingan Populer