Anak-anak



Malam ini saya teringat untuk menuliskan beberapa pemikiran yang muncul tiga hari belakangan. Topik yang membuat saya sendiri sebenarnya kebingungan juga. Topik yang saya belum paham, tapi mungkin bisa saya tuliskan di sini sebagai pengingat di masa yang akan datang.

Beberapa waktu lalu saya berdiskusi lumayan panjang dengan seorang sahabat mengenai anak-anak. Anak. "Saya tidak tahu mau saya ajari apa anak saya kelak," begitulah kalimat pembuka dari saya. Kami berdua sepakat bahwa memiliki anak bukan perkara yang mudah. Lagian, saya juga memang belum pernah yakin kalau saya pun kelak akan memiliki anak, khususnya tentang anak yang akan saya lahirkan sendiri. 

"Yang jelas, saya akan mengajarkan kepada anak saya kelak tentang kebaikan universal yang sudah ada di dalam diri walaupun tidak memeluk agama tertentu." Jelas sekali melalui pernyataan ini kalau saya mungkin tidak akan memiliki kesempatan itu. 

Lucunya, beberapa hari sejak berdiskusi tentang anak-anak, saya menyaksikan beberapa adegan di depan mata saya yang melibatkan anak-anak. Kejadian pertama adalah seorang anak perempuan yang berumur sekitar tiga tahun terkunci di dalam toilet restoran. Saat masuk ke restoran, mereka duduk di meja di samping saya saat saya sedang asyik mengunyah makan sore itu. Saya pun baru tersadar ketika karyawan di restoran dan orang tua anak itu (tentunya) sedang berkerumun di depan pintu toilet.

Saya mengagumi sikap kedua orang tua si adik kecil itu. Mereka begitu tenang. Si Bapak malah menenangkan anaknya yang sedang menangis karena panik untuk tetap tenang dan selalu berkata "Tidak apa-apa, sayangku. Semua akan baik-baik saja." 

Sungguh sebuah ketenangan yang memang dibutuhkan di tengah situasi panik seperti itu. Sayangnya saya tidak bisa menyaksikan aksi penyelamatan si adik perempuan itu karena harus mengejar pesawat ke bandara. Saya yakin si adik akan berhasil dikeluarkan dari toilet itu. Tapi, tentang melupakan kejadian itu? Saya tidak yakin.

Apa yang akan saya lakukan kalau saya lah orang tua si adik kecil yang sedang terkunci di dalam toilet restoran? Jelas mungkin saya akan panik dan marah. Mungkin saya juga akan menyalahkan restoran yang tidak ramah kepada anak-anak. Saya akan mempertanyakan kenapa mereka mendesain pintu toilet yang tidak melindungi anak-anak. Mungkin saya juga akan marah kepada karyawan restoran karena tidak peduli. Walaupun pihak yang sebenarnya patut saya marahi adalah diri saya sendiri. Tidak becus menjaga anak sendiri di tempat umum.

Kejadian berikutnya ketika saya sedang berada di dalam pesawat. Saya melihat pasangan orang tua yang kelihatannya sedang berlibur dengan anak-anak mereka yang masih balita, dua orang pula. Ketika mereka sedang mencari tempat duduk, salah satu anak yang saya duga adalah anak pertama, memukul wajah di bapak. Kemudian, Bapak yang mungkin sedang lelah itu membalas dengan menjewer telinga si anak. Si anak pun menangis setengah histeris. Mereka duduk di barisan persis di sebelah saya. Pasangan orang tua itu kelihatan lelah sekali. Si Ibu masih cukup sabar menghadapi anaknya yang suka main tangan (memukul).

Apa yang akan saya lakukan kalau saya berada di posisi itu?
Iya, mungkin saya juga akan naik pitam juga. Ahh... kondisi yang saya bayangkan ketika menjadi orang tua adalah saya tidak akan pernah memukul. Tidak akan pernah meneriaki anak saya. Yaaa... namanya juga usaha.

Saya ingat dulu seseorang pernah berucap kepada saya "Lihat aja nanti kalau kamu jadi orang tua. Kamu akan rasakan sendiri." Di tengah-tengah si kawan itu yang kerap memarahi anaknya karena lambat makan. Whatt?? Apakah saya akan menjadi orang tua pemarah kalau anak saya makannya lama?

Sebelum saya nanti akan berubah menjadi orang tua yang buruk, apakah dengan tidak menjadi orang tua adalah solusinya?

Tiba-tiba lagu Stevie Wonder yang berjudul "Isn't she lovely" terngiang-ngiang di dalam pikiran saya.

"Isn't she lovely? 
Isn't she wonderful? 
Isn't she precious?"

Jelas kalau Stevie Wonder berbahagia dengan kelahiran anak perempuannya. Tapi, apakah lagu ini juga jaminan kalau semua orang tua beranggapan yang sama tentang anak-anak mereka? Mungkin dalam banyak hal, pemikiran maupun lagu Stevie Wonder ini tidak relevan lagi. Tapi di saat yang sama, saya juga membayangkan banyak orang tua yang tetap berusaha untuk menjadi orang tua yang baik untuk anak-anaknya.


"Ntar kamu rasain sendirilah, Mon!" Tiba-tiba terngiang lagi. 

*kabur




Bali, 5 Juni 2019
M


Komentar

Postingan Populer