Normal?


Belakangan ini saya sedang bertanya-tanya mengenai makna normal. Apa sih normal itu? Bagaimana sesuatu bisa dikatakan normal? Siapa yang punya kuasa untuk menentukan suatu tindakan atau keadaan sebagai normal atau tidak? 

Mungkin sebaiknya kita jangan terlalu terobsesi dengan makna normal tertentu. Normal telah menjadi begitu subjektif. Bergantung pada pengalaman dan standar hidup seseorang. Kalau kamu menganggap suatu hal tidak normal, padahal dinormalkan oleh orang kebanyakan, tidak apa-apa. Berlaku sebaliknya juga. 

Berikut saya ingin memberikan contoh kasus. Apakah memang standar normal itu berlaku subjektif atau sebenarnya bisa cair.

Studi Kasus A: Seorang perempuan yang memilih mempertahankan relasi dengan suaminya meskipun sudah menahun tidak berkomunikasi dengan baik. Alasan tetap bertahan adalah demi anak-anak dan tidak ingin menutup akses anak-anak terhadap bapaknya.

Studi Kasus B: Seorang perempuan yang sudah mandiri secara ekonomi, tidak punya masalah finansial, karier sukses, dan memiiki relasi yang biasa saja dengan suaminya. Mereka baik-baik saja. Anaknya juga tumbuh sehat dan tidak kelaparan. 

Perempuan A memiliki chemistry yang baik dengan anak-anaknya. Anak-anaknya bertingkah seperti anak-anak meskipun ada masanya mereka terlalu terlibat dengan permasalahan orang dewasa. Meskipun suami-isteri di rumah itu tidak akur, tapi ada potensi kehangatan yang bisa menyejukkan perasaan. Kamu akan bergumam "ohh iya...yang seperti ini juga bisa disebut keluarga normal."

Perempuan B memegang kontrol atau mencoba mengontrol semua hal yang terjadi di area kekuasaannya. Wajar saja bagi perempuan yang sudah terbiasa dengan aturan dan mungkin pengalaman hidup di masa lalunya. Tapi, ketika berada di rumahnya, rasanya dingin. Sepertinya nuansa keluarga yang ditawarkan berbeda dari keluarga perempuan A. Keluarga ini tidak kekurangan sih, tapi bisa terasa kurang. Apa ya?

Nah, berdasarkan pengamatan akan kedua studi kasus ini, saya berpikir bahwa Perempuan A dan Perempuan B ya normal saja. Akan tetapi, tidak bisa saya pungkiri bahwa standar normal kedua perempuan ini berbeda.

Bagi Perempuan A, tidak berbicara dengan suaminya ketika di rumah sudah menjadi hal yang wajar. Tidak lagi menuntut apa-apa adalah hal yang sudah bisa diterima.

Bagi Perempuan B, suasana yang dingin dan kaku adalah kewajaran. 

Keluarga normal seperti apa yang sudah sesuai standar masyarakat? Pasti ada yang memilih Perempuan A, dan keluarga Perempuan B juga bisa diklaim normal.

Bagi saya sendiri, kedua perempuan ini normal saja. Banyak faktor yang berkontribusi untuk kedua studi kasus ini. Pengalaman dan nilai hidup yang berbeda menjadi faktor penting yang membentuknya. Tidak ada yang salah. Tidak ada yang sepenuhnya benar. 

Pertanyaannya adalah "Bagaimana perasaanmu?"

Kebanyakan manusia mungkin lebin merindukan kehangatan. Itu juga normal. Iya kan? :)

Normal dan tidak normal menjadi beget cair bukan? Bagaimana perasaanmu ketika merespon sebuah keadaan atau tindakan, bisa menjadi penentu hal tersebut normal atau tidak. Tentu sekali lagi, nilai dan pengalaman hidup akan membantu proses perasaan itu. Mungkin pada akhirnya kamu akan memilih salah satu atau tidak memilih satu pun.

Bisa jadi keadaan kedua perempuan itu memang normal. Bisa juga tidak normal.

Selamat Mencoba!


Komentar

Postingan Populer