Pak Tua Yang Membaca Kisah Cinta: Cerita dari Pinggiran Hutan Amazon


 "Inilah cinta sejati tanpa tujuan lain kecuali cinta itu sendiri. Tanpa kepemilikan dan tanpa cemburu." (Hal. 39)

Kesan pertama yang saya dapatkan setelah membaca buku ini adalah saya merasa semakin kecil menjadi manusia. Menjadi manusia yang berada di antara hamparan bintang-bintang dan Alam Semesta. 

Buku ini bercerita tentang seorang kakek tua yang telah hidup berpuluh-puluh tahun di pinggiran Hutan Amazon. Pendatang yang berusaha membaur dan menjadi bagian dari hutan yang telah memberinya kehidupan.

Kakek tua itu bernama Antonio José Bolívar. Bersama isterinya (kemudian meninggal dunia), mereka bertransmigrasi dan tinggal di desa El Idilio yang berada di pinggiran Hutan Amazon, berbatasan langsung dengan Sungai Nangaritza.

Kakek Antonio berelasi baik dengan orang Shuar, salah satu tribe yang mendiami Hutan Amazon. Antonio sudah melewati 'ospek' yang sebenarnya untuk diangggap layak menjadi bagian dari suku tersebut, salah satunya adalah digigit ular phyton yang sangat mematikan. 

Melihat kenyataan bahwa Antonio bertahan hidup dari serangan mematikan itu, dia pun menjadi sahabat masyarakat suku Shuar.

"Singkatnya, ia seperti mereka, tapi belum jadi bagian dari mereka." (Hal. 37)

Tinggal dan hidup bersama dengan semua penghuni Hutan Amazon membuat Kakek Antonio mengenal hutan itu dengan terlalu baik. Banyak orang pemerintahan maupun turis yang meminta bantuannya ketika mereka akan mengunjungi dan trekking ke dalam Hutan Amazon.

Membaca buku ini juga memiliki sensasi seperti membaca cerita fabel. Kedekatan Antonio dengan Hutan Amazon juga membuatnya mengenali berbagai kebiasaan hewan-hewan penghuni hutan itu. 

Puncak cerita di dalam buku ini adalah ketika Kakek Antonio berhadapan eye to eye dengan seekor macan kumbang betina. Macan kumbang ini sudah memakan banyak korban manusia yang berusaha masuk ke dalam hutan. Rata-rata meraka (baca: manusia ini) tidak mengetahui dan tidak mengenal bagaimana kehidupan hutan ini yang sesungguhnya.

Buku ini juga mengandung kritik terhadap pemerintah melalui pembalakan yang sangat masif dan turis-turis yang seringnya sok tahu dan tidak mau belajar tentang kebiasaan/adat suku-suku yang mendiami Hutan Amazon.

"Macan kumbang bisa mencium maut yang tak diindahkan banyak orang." (Hal. 118)

Kakek Antonio juga suka banget membaca buku, khususnya cerita cinta yang dramatis dan yang berakhir menyedihkan. Saya masih ingat bagian cerita buku ini ketika Antonio membaca buku dengan bermandikan cahaya pilin di dalam gubuk kecil tempat mereka bermalam di dalam hutan.

"Tapi ssst diamlah. Kalau kau omong, api ini akan berkelap-kelip dan huruf-hurufnya jadi seperti menari." (Hal. 96)

Membaca buku ini juga memberikan nuansa kelembutan di dalam hati dan perasaan saya. Membaca kisah Antonio dengan segala petualangan, persahabatannya dengan orang-orang Shuar, kecintaannya akan membaca, rasa hormatnya kepada hutan dan semua penghuni Hutan Amazon, dan kesederhanaan cara berpikirnya membuat saya berpikir kembali betapa rentan dan kecilnya manusia di tengah-tengah hamparan Alam Semesta ini.

Apalah kita manusia ini, yekan? ;)

Selamat Membaca!

Komentar

Postingan Populer