Beberapa Minggu Setelah Tahun Baru

Sama seperti pergantian tahun sebelumnya, saya lumayan bersemangat untuk membuat rencana-rencana hidup yang akan dilakukan dalam setahun. Dari sekian banyak rencana di tahun 2015, jujur tidak banyak yang menjadi kenyataan. Setelah direnungkan saya berkesimpulan mungkin saya kurang sadar ketika menuliskan rencana tersebut. Asal tulis mungkin.




Akan tetapi di tahun 2015 lalu banyak hal luar biasa yang terjadi yang justru tidak pernah saya bayangkan. Misalnya, di tahun lalu saya resmi menjadi penghuni sementara Labuan bajo, Flores. Berada jauh dari hiruk pikuk dunia perkotaan yang membuat saya sering murung memang sangat melegakan. Sekarang saya masih belum yakin apakah akan sanggup kembali menjadi penumpang komuterline. (Tiba – tiba murung)

Men.. kebayang kan, setiap hari pemandangan di sini kalau tidak laut, pantai, ya gunung. Sesekali kalau rindu ketemu komodo untuk mendiskusikan kehidupan tinggal nyebrang aja. Kalau rindu untuk tidak bersinyal, tinggal pilih pulau atau gunung yang masih perawan, alias tidak ada sinyal. Hal itu sangat menyenangkan buat saya. Apalagi semenjak berhasil melompat dari dermaga, saya jadi punya semacam ritual pribadi. (Agak sombong sekarang)
Nah, seperti yang pernah saya ceritakan, di awal tahun baru kemarin saya berhasil membuat beberapa rencana yang (mudah-mudahan) masuk akal. Rencana yang kira-kira bisa saya jalankan, walaupun sebenarnya tidak terlalu yakin.
Ketika Masih Optimis! :)

Saya berpikir bahwa dengan membuat rencana seperti itu, saya tidak lupa dan saya bisa tetap berada di dalam jalur. Walaupun saya tidak tahu jalur yang mana. Kadang-kadang suka kehilangan arah.
Kemudian yang terjadi adalah tidak seperti yang diharapkan. Beberapa minggu bahkan tepatnya 23 hari setelah rencana itu dibuat, belum ada satu pun yang saya mulai lakukan. Ketika akan memulai godaannya tiba-tiba banyak. Menunda adalah yang paling sering saya lakukan. Tiba-tiba menonton film menjadi lebih penting. Tiba-tiba terserang ngantuk akut.

Oke, salah satu rencana saya adalah menyediakan waktu dua jam setiap hari untuk menulis. Menulis apapun, yang penting menulis. Tapi tahu apa yang terjadi? Setelah membuka leptop, yang saya lakukan adalah melihat koleksi foto-foto jadul, atau membaca artikel di website (tulisan tentang motivasi untuk menulis) dan menonton serial. What?? Iya, begitulah yang terjadi sebenarnya. Saya tidak/ belum pernah benar-benar mulai menulis.

“Belum ada ilham” menjadi alasan untuk tidak menulis. “Belum saatnya” menjadi kalimat bijak yang sebenarnya hanya tameng untuk tidak memulai apapun.

Jadi, apa yang harus saya lakukan? Pernah saya mencoba mencari inspirasi melalui rekan dan teman. Bertelepon jarak jauh hanya untuk mencari pembenaran akan penundaan demi penundaan yang saya lakukan. Mengeluh dengan bertanya “Bagaimana saya memulainya?” dan sesekali mengasihani diri yang sebenarnya tidak menyehatkan.

Setelah berdiskusi dengan beberapa sahabat saya jadi berpikir bahwa sumber utama kekuatan maupun motivasi untuk melakukan sesuatu itu sebenarnya berada di dalam diri sendiri. Kita manusia memiliki suatu ruang di dalam hati yang kalau kita diam sejenak kita akan sering mendengar bisikan untuk segera memulainya. Melakukan apa yang baik dan tidak perlu ragu. (Duhh… kalau ngomongin soal hati, rasanya gimana gitu)

Semangat dari orang lain hanya sementara, apalagi kalau kita hanya bisa mengeluh maka sekeras apapun motivator dan sahabat kita (sahabat seringnya kasar dan memaki dan itu baik) tidak akan berhasil kalau dari dalam diri kita sebenarnya tidak pernah benar-benar niat untuk melakukannya.

Sampai saat ini saya belum melakukan rencana saya. Saya belum memulai. Akan tetapi, saya ingin memulai. Meskipun prosesnya lama dan godaannya berat (nonton serial, tidur, leyeh-leyeh) saya harus melakukannya. Malu dong sama diri sendiri!!
Wae Sambi, 24 Januari 2016
11.03 Wita

Komentar

Postingan Populer