Catatan Awal Tahun: Mencari Resolusi

Semoga kita selalu bersama! :)
Saya sempat panik di malam pergantian tahun kemarin karena tiba-tiba saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan di tahun yang baru ini. Semacam resolusi begitulah. Tiba-tiba saya melihat masa depan saya penuh dengan bintik-bintik yang menyilaukan mata dan jadinya kabur. Whattt???

Bagi sebagian besar teman seumuran saya mungkin membuat resolusi bukan lagi hal yang begitu penting, tapi bagi saya itu sudah menjadi semacam tradisi. Ritual pribadi di penghujung tahun.

Waktu masih mahasiswa yang idealis, saya bahkan menyediakan waktu untuk sendiri dan dalam keheningan untuk memikirkan resolusi tahun baru. Hahaha…. Kalau diingat lagi saya suka mengatai diri saya konyollee alias KONYOL!

Sebenarnya saya juga bingung sejak kapan dan apa yang membuat saya memiliki kebiasaan membuat resolusi hidup untuk tahun yang baru. Tapi jujur, ada rasa geli, lucu, dan menyenangkan ketika bisa mengkhayalkan tentang masa depan.

Walaupun masa depan penuh dengan ketidakpastian, tetap saja menyenangkan untuk berandai-andai. Hahahahah….. (angan-angan tukang cendol kalau kami sering menyebutnya)

Beberapa tahun belakangan ini saya selalu punya resolusi untuk tahun yang baru. Misalnya tahun lalu saya punya resolusi untuk bisa diving, dan itu sudah terjadi. Saya juga tidak bisa menolak kenyataan bahwa ada banyak resolusi yang belum terjadi. Jadinya tertawa saja menerima kenyataan. :D

Misalnya dulu saya berencana untuk bisa menulis jurnal pribadi setiap hari, tapi ya begitu tidak penuh sampai setahun saya sudah lupa. Eh, maksudnya pura-pura lupa.

Awalnya menunda-nunda dengan membuat alasan-alasan logis dan sedikit inspiratif, tapi akhirnya lenyap juga keinginan itu. Sekarang kalau mau menulis, menunggu mood dulu, yang seringnya malah tidak kunjung hadir.

Setelah sembilan hari menjalani tahun yang baru, saya berusaha untuk bernapas pelan-pelan. Saya mencoba lagi untuk menemukan apa sebenarnya yang saya inginkan untuk terjadi dan saya lakukan di tahun ini. Sempat terpikir sih supaya ikut angin aja kemana mau terbang, tapi kan kalau punya tujuan lebih bagus lagi.

Angin pun mungkin terlalu lelah untuk menerbangkan saya kesana-kemari. Jadi akhirnya saya memutuskan untuk menentukan arah angin saya sendiri. Lebih tepatnya memutuskan untuk membuat rencana. (Sambil menyingsingkan lengan baju)

Di dalam pikiran saya tiba-tiba muncul buku jurnal dan pena yang akan saya pakai sudah bersinar dan tersenyum girang karena saya akhirnya menyentuh mereka lagi.

Saya mengelus-elus mereka dulu, siapa tahu mereka mau mengarahkan saya untuk menulis apa. (Masih berharap sampai tulisan ini sedang diketik)

Sebelum kejadian itu terjadi, saya sudah terlebih dulu mengalami jalan yang agak terjal. Saya juga mengajukan pertanyaan aneh kepada orang-orang di sekitar saya. Saya bahkan meminta mereka untuk memberikan ide resolusi.

Sebagian dari mereka masih menerima saya apa adanya yang memang sudah gila dari dulu, tapi sebagian lagi hampir melemparkan gelas-gelas kaca ke wajah saya. :D Yahhh… rasa sayang memang punya wujud macam-macam.

Saya juga sempat meminta saran kepada Danau Toba, pohon, patung, gunung, awan, dan jalan raya. Akan tetapi, mereka masih menginginkan saya berusaha sendiri.

Setelah melalui malam-malam panjang penuh pertanyaan dan kegelisahan, walaupun porsi makan tidak berkurang, akhirnya saya menemukan secercah cahaya kecil di ujung penantian ini.

Saya bertemu dengan orang-orang yang bisa membantu saya untuk melihat hal yang mungkin lebih sering saya sembunyikan karena takut yang berlebihan. Iya, rasa takut itu masih ada di sana. Sesekali mewujud bayang-bayang.

Melihat sepasang kaki mungil itu membuat saya berpikir bahwa sudah saatnya saya BERANI mengambil langkah-langkah kecil untuk mencapai impian saya di masa mendatang. Walaupun masih serba tidak pasti, tapi saya mau memulai langkah kecil itu bersamamu. Loh?? 
(Ibu mau kemana?)

Saya juga pernah meramalkan bahwa jalan yang akan saya tempuh mungkin akan sempit, terjal, dan berat, akan tetapi saya mau tetap melangkah bersama kaki-kaki mungil itu.
Akh, rasanya sudah tidak sabar ingin berjalan bersamamu. 

Mudah-mudahan kaki mungilmu itu mampu menuntunku menuju jalan yang memang diperuntukkan bagiku. Dan tentunya aku bisa berjalan terus bersamamu. Oke?! :)

Selamat mencari, Monik!


Ruang Tunggu Bandara Ngurah Rai, Bali. 10.1.2017

Komentar

Postingan Populer