12 Jam Menuju Sangir


Ketika dapat kabar kalau ada libur 10 hari dalam rangka merayakan Idul Fitri, saya sudah mempunyai beberapa rencana yang bisa dikatakan lumayan keren. Hahha… Beberapa waktu sebelumnya saya sudah memikirkan untuk mendatangi beberapa tempat, termasuk Bali. Akan tetapi, sepertinya Bali masih bisa menunggu. :)

Di dalam kapal cepat dari Waisai menuju Sorong, ketika ngantuk melanda dan dinginnya AC membuat saya terlelap, tiba-tiba ide itu muncul begitu saja. “Kenapa tidak ke Sangir aja?”. Hanya itu pertanyaan sekaligus ajakan yang membuat saya batal mengantuk.

Setelah sekian detik mencerna ide ini, jelas saya tidak bisa tidur lagi. Jantung saya tiba-tiba berdetak lumayan cepat, pertanda senang. Otak saya tidak bisa berhenti berputar untuk mencari jawaban akan pertanyaan-pertanyaan yang memantapkan niat saya untuk kembali ke Sangir.

Hampir dua jam di dalam kapal cepat saya tidak bisa berhenti menertawakan rencana dahsyat ini. Kenangan-kenangan di Sangir tiga tahun lalu muncul ke permukaan dan menimbulkan rasa rindu yang lumayan dalam. Wajah anak-anak yang dulu menjadi murid saya di sekolah muncul juga dan saya hampir meneteskan air mata. Jelas sekali bahwa saya memang merindukan mereka.

Anak pantai sejati! :)

 Saya sudah tidak sabar untuk tiba di Sorong. Setibanya di Sorong saya langsung mencari tiket pesawat. Saya akan ke Sangir melalui Manado dengan menggunakan kapal cepat. Setelah menemukan tiket langsung saya beli. Ini jadi pertanda bahwa kali ini saya memang akan ke Sangir.

Saya akan berjumpa kembali dengan kenangan-kenangan saya yang pasti sudah berubah dan berkembang. Saya tidak sabar untuk bertemu mereka kembali. Saya juga sudah berbeda apabila dibandingkan dengan saya tiga tahun lalu. Akan tetapi, masih awet muda sepertinya. :D

Selama beberapa waktu saya masih merahasiakan rencana ini. Saya belum memberitahukan teman-teman. Sebenarnya reaksi saya sendiri tidak seperti yang saya bayangkan. Saya merasakan bahwa saya begitu tenang dan kalem. Mungkin karena sambil latihan tarik napas kali ya. :)

Setelah akhirnya saya memberitahu teman-teman, ada juga yang kaget dan excited. Ada juga yang kaget ketika saya menceritakan rencana ini dengan tenang. Mereka bingung karena saya menceritakan berita gembira ini denga penuh ketenangan. Hahahah… Sebagian mereka bahkan sudah meramalkan bahwa nanti saat tiba di Sangir baru emosi itu akan keluar. Hahah… mungkin saja. 

Rian yang pasti sekarang sudah kelas V. :)

Saya dan teman saya meramalkan saya bahkan akan menangis seturunnya dari kapal. Well, saya akan berusaha menahan air mata kalau itu sampai kejadian.

Hari keberangkatan pun tiba. Pesawat dijadwalkan akan berangkat pukul 14.05 dari Sorong. Sekitar pukul12.30 saya sudah berada di bandara. Saya masih tenang. Sesekali bertanya ke diri saya sendiri “Ini saya mau ke Manado ya?”. Beberapa kali saya menanyakan pertanyaan itu untuk memastikan bahwa saya sedang tidak bermimpi.

Tiba-tiba hujan dan mendung menyelimuti kota Sorong siang itu. hujan tidak berhenti sampai pukul empat. Pesawat pun ditunda dengan alasan keadaan cuaca yang kurang baik. Saya bahkan sudah tertidur di ruang tunggu. Sekitar pukul 5 teman saya datang menjemput ke bandara karena saya mau minum kopi dulu. Hahah…

Pukul 18.00 kami disuruh untuk naik ke pesawat. Baru mendaratkan badan di kursi pesawat ada pengumuman  bahwa pesawat tidak jadi diberangkatkan. Mungkin pihak maskapai sedang bercanda kali ya?! Tapi itu benar. 

Dengan alasan cuaca pesawat tidak jadi diberangkatkan. Setelah sedikit protes akhirnya saya kembali ke penginapan dan mencoba untuk tidur. Penumpang diharapkan cek-in di bandara pukul lima pagi. 

Mengingat jam segitu tidak akan ada ojek, saya meminta tolong kepada Bapak Kos untuk mencarikan siapa tahu ada kenalan tukang ojek yang bisa mengantarkan saya ke bandara pagi itu. Akhirnya, Bapak Kos yang menawarkan diri untuk mengantarkan saya ke bandara. Sungguh beliau baik sekali!

Malam itu saya sudah terlelap sekitar pukul 12 malam. Dan tidak lama berselang saya mendengarkan ketokan di pintu kamar. What?? Ternyata sudah pukul 5 lebih. Saya langsung beres-beres dan berangkat ke bandara.

Pesawat baru berangkat sekitar pukul 7 lebih. Ketika tiba di Manado, jam sudah menunjukkan pukul 8.30. saya langsung naik ojek menuju pelabuhan. Sesampainya di sana saya agak optimis untuk membeli tiket kapal cepat ke Sangir. Dan yang terjadi adalah tiket sudah habis. What?? 

Anak-anak gunung berjiwa laut! :)

Saya langsung lari menuju kapal yang dimaksud dan ternyata bukan hanya saya saja yang akan berangkat. Puluhan orang berkerumun di dekat kapal. Ada yang punya tiket dan ada yang nasibnya seperti saya tidak punya tiket.

Beberapa petugas pelabuhan dan kepolisian sedang berjaga-jaga di dekat kapal. Tiba-tiba saya bertemu dengan keluarga saya ketika ada di Sangir. Mereka memang sudah tinggal di Manado untuk sementara. Saya tidak menyangka bahwa mereka akan ada di pelabuhan.

Bersama dengan salah satu om yang dari Pulau Para, saya pun bergegas menuju kerumunan itu, berharap mendapatkan belas kasihan dari petugas pelabuhan dan polisi supaya saya bisa masuk ke dalam kapal dengan membeli tiket di dalam kapal.

“Pak, saya sudah tidak pulang kampung tiga tahun ini.”
“Kong, dari mana?”
“dari Papua, Pak!”
“Nanti turun di mana?”
“di Pulau Para, Pak. Setelah Siau.”
“Oo..tunggu jo. Biar yang punya tiket dulu.”

Jawaban Pak Polisi yang orang Manado itu memberikan sedikit pengharapan bagi saya bahwa saya masih bisa ke Sangir pagi itu juga. Pilihan lain sebenarnya ada yaitu naik kapal malam dari Manado ke Tahuna. Nah, kalau mau menunggu kapal umum dari Tahuna ke Para belum tantu dapat di hari itu. memang hari itu lah satu-satunya kesempatan saya untuk bisa ke Para, rumah saya selama kurang lebih setahun pada 2013 lalu.

Glaudio yang saya perkirakan sudah jadi pemuda sekarang! :)

Setelah menyaksikan beberapa penumpang yang masuk dengan tiket, tiba-tiba Pak Polisi menarik tangan saya untuk masuk ke dalam kapal. Saya tidak tahu lagi mau bilang apa. Saya hanya mengucapkan terima kasih kepada beliau. Mudah-mudahan itu cukup, karena tidak mungkin saya traktir beliau minum kopi.


Di dalam kapal sudah banyak penumpang yang duduk di tempatnya masing-masing. Saya hanya mendapatkan satu kursi plastik yang saya tempatkan di lorong, yang kalau orang-orang mau lewat saya juga harus ikut bergerak memberikan mereka jalan. Iya, tidak apa-apalah, yang penting bisa ke Sangir. 

Bayangan akan wajah anak-anak saya di Pulau Para berhasil membuat saya untuk tidak lagi peduli dengan masalah tempat duduk ini. Saya bahkan bersyukur. Sangaaaat bersyukur!!! Saking terharu, saya sampai menangis saat memakan nasi yang diberikan oleh awak kapal. (bersambung)

***

Mega Bakery, 7.7.2017

Komentar

Postingan Populer