6 Jam Menuju Pulau Para
Hari itu, 24 Juni 2017 saya merasakan Semesta memang berkonspirasi untuk
mengantarkan saya ke Sangir. Kebaikan hati Pak Polisi yang mengizinkan saya
menjadi salah satu penumpang cadangan bukan hal yang biasa saja bagi saya. Saya
terharu, walaupun sempat hampir panik karena tidak yakin beliau akan
mengizinkan saya masuk ke dalam kapal. Saya bahkan sempat memikirkan beberapa skenario. :)
Oh iya, saat tiba di Manado cuaca sangat baik. Langit biru,
awan-awan bergerombol, dan udara yang terasa sejuk untuk dihirup. Selama perjalanan dengan ojek dari
bandara menuju pelabuhan, saya mencoba untuk mengamati dan menikmati suguhan
aura Manado. Iya, saya tiba-tiba yakin bahwa kalau di masa yang akan datang
Manado berpotensi untuk menjadi tempat tinggal. Heheh…
Sekitar pukul 10 pagi akhirnya kapal mulai melepas jangkar
dari dermaga. Perjalanan yang akan saya tempuh menuju Pulau Para akan memakan
waktu sekitar enam jam. Kapal akan singgah di beberapa tempat, yaitu di Biaro,
Tagulandang, Siau, setelah itu baru akan singgah di Pulau Para Lelle. Dari Para
kapal akan menuju Tahuna, ibukota kabupaten Kepulauan Sangihe.
Suasana di dalam kapal. |
Tiga tahun lalu, saya harus turun di Tahuna setelah menempuh
hampir 12 jam menggunakan kapal malam dari Manado. Setelah dari Tahuna saya
harus melanjutkan perjalanan ke Para dengan taksi kapal selama kurang lebih 4-5
jam. Cukup banyak waktu untuk merenung selama di perjalanan, bukan? Selama ini
saya sering menghabiskan waktu dengan menghayal, kalau ada tempat ya tidur. J
Setelah beberapa menit kapal berjalan, petugas kapal datang
untuk memeriksa tiket sekalian menjual tiket bagi para penumpang cadangan. Baru
setelah itu awak kapal yang lain datang membagikan makanan bagi penumpang. Saya
kebagian nasi ikan yang ditaruh di dalam kotak styrofoam.
Makang Jo! :) |
Mengingat waktu cek-in di Sorong yang kepagian, setelah tiba
di Manado langsung ke pelabuhan, dan menunggu giliran masuk ke kapal di pelabuhan, saya
baru sadar bahwa perut saya benar-benar kosong. Ketika makanan itu ada di depan
mata saya langsung menyantapnya.
Saat nasi dengan ikan kuning itu masuk ke
dalam mulut saya, tiba-tiba saya menangis. Saya terharu betapa nasi ikan kuning
ini telah menjadi oase bagi perut saya yang kosong. Rasanya menjadi begitu
nikmat. Pop mie pun menjadi begitu menggiurkan untuk saya makan. Ahhh…
Selama di kapal saya mencoba untuk membaca buku, mengobrol
dengan penumpang lain sekedar menanyakan mereka akan turun dimana, dan juga berkenalan
dengan kawan-kawan cilik yang menyenangkan. Mengingat saya duduk dengan kursi plastik
di lorong, maka ketika ada orang yang lewat saya pun harus ikut bergerak. Iya hitung-hitung
sambil merenggangkan otot-otot. :D
Setelah kapal berhenti di Tagulandang, kapal menjadi agak
sedikit longgar. Beberapa tempat duduk terlihat kosong. Saya pun duduk di salah satu kursi yang kosong dan
tertidur. Beberapa waktu kemudian saya dengar pengumuman kalau kapal akan
berhenti di Siau. Wahhh!! Cepat juga. Sekitar pukul 3 sore kapal berhenti di
Siau.
Siau dengan Gunung Kahengetang |
Siau akan menjadi pemberhentian terakhir sebelum saya tiba
di tempat tujuan. Sebenarnya saya agak gugup. Hahah.. saya mencoba untuk
membayangkan apa yang akan saya lakukan ketika turun dari kapal. Beberapa pertanyaan
konyol pun muncul di dalam pikiran saya.
“Apakah mereka masih akan mengingat
saya?” Saya bahkan sudah mempersiapkan diri kalau-kalau mereka lupa, saya akan
memperkenalkan diri dari awal. :)
Para Lelle, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. |
Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Sekitar pukul
setengah lima, kapal bersandar di dermaga Pulau Para. Well, this is it! The moment
of truth! :D
Sambil menunggu penumpang lain turun, saya merapikan tas,
menyingsingkan lengan baju, dan merapikan rambut saya yang acak-acakan. Setelah
menarik napas dengan tenang saya melangkahkan kaki menuju tangga dan turun di
dermaga.
Ibu Kawuka, sudah ada di di sana, tapi saya belum bisa
menemukan wajahnya. Tiba-tiba beberapa ibu-ibu mendatangi saya dengan ekspresi
kaget. Mereka menyalami saya dan mengucapkan selamat datang di Pulau Para. Ada juga
oma, opa, bapak-bapak yang tanpa saya duga menyalami saya sambil tersenyum.
“Wah.. kita pikir so lupa deng Para ini dang!””
“Kita pikir tadi bule darimana, ternyata Ibu Monik!”
“Masih ingat Pulau Para?”
“Deng siapa ke sini dang?”
“Ibu Monik pesiar-pesiar ke Para.”
“Ibu, ini Mima!” (kelihatannya Mima masih mencerna sosok
yang dia lihat sore itu. Sambil menjauh)
“Ibu, ini Rohit!” (Mendekat dan memastikan kalau yang ia
lihat bukan orang lain)
Iya.. saya tidak menyangka mereka masih mengingat saya. Ibu
Kawuka datang menghampiri dan kami pun berjalan bersama-sama menuju rumah. Hati
saya begitu damai sore itu.
Sambil berjalan menuju rumah, saya memperhatikan beberapa
anak-anak saya yang dulu kini bukan anak-anak lagi. Mereka sudah bertambah
tinggi. Semakin cantik-cantik. Semakin ganteng-ganteng. Hahah.. Saya tidak
melupakan wajah mereka. Saya masih mengingat nama mereka satu per satu. Saya memanggil nama mereka dan memberikan senyum terbaik.
Cantik & Ganteng, kan? :) |
Laut juga begitu tenang sore itu. Sambil memandang birunya
air laut, saya berpikir mungkin bukan ide yang buruk untuk segera berenang dan
melompat dari dermaga.
Happy to be back to the water! :) |
“Ibu, ini saya lagi di Para ya?” tanya saya kepada Ibu Kawuka. Beliau tertawa dan memperjelas bahwa saya memang lagi di Para. Saya menduga bahwa saya akan menyanyakan pertanyaan itu berulang-ulang untuk sekedar mengingatkan saya sedang ada dimana, dan memang sedang tidak bermimpi.
Setelah menaruh tas, saya langsung berganti baju dan
bergegas ke dermaga. Saya akan melompat dari dermaga. Sebagai pertanda rasa
syukur saya telah tiba di pulau dengan selamat dan gembira. Ternyata Rohit
sudah menunggu di depan rumah. Rohit adalah salah satu murid yang dulu saya
ajar ketika ia kelas V di SDN Inpres Para. Sekarang Rohit sudah kelas II SMP
dan dia juga bertambah tinggi. J
Setelah pamit dari Ibu Kawuka, saya dan Rohit berjalan menuju
dermaga. Selama di jalan, saya menyapa oma, opa, ibu, bapak, adik-adik yang
kebetulan lewat. Saya sangat senang melihat senyum yang terpahat di wajah mereka
dan tentunya sangat gembira bisa kembali ke pulau ini setelah tiga tahun
berlalu.
Happy! :) |
Sore itu saya berenang sampai puas dan melompat dari dermaga
berkali-kali sambil menikmati matahari terbenam. Sungguh indah sekali! Saya hanya
bisa bersyukur.
Sunset! :) |
Saya sungguh berterima kasih kepada Semesta yang telah membawa saya sore itu
ke Para, rumah saya yang lain yang kepadanya saya akan selalu pulang. (bersambung)
***
Komentar
Posting Komentar