Merdeka dari Rasa Lapar


Hari ini adalah hari memperingati kemerdekaan Republik Indonesia ke-72 tahun. Seperti tahun-tahun sebelumnya, banyak acara kenegaraan dan tentunya perlombaan-perlombaan khas daerah yang berlangsung hari ini. Semuanya besenang-senang! Semuanya bergembira! Mudah-mudahan ya. J

Merdeka dari rasa lapar menjadi topik pilihan saya kali ini. Hahah... Ini didorong oleh kebahagiaan saya melihat anak-anak sekolah yang sangat senang ketika waktunya untuk makan di sekolah. Siapa yang tidak senang dikasi makan? Saya sih senang banget!! :D

Sudah sejak beberapa bulan lalu saya mendengar mengenai salah satu program dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud), yaitu Program Gizi Anak Sekolah (ProGAS).

Menurut informasi yang saya baca dari situs resmi kemendikbud, tahun ini ProGAS akan menyasar 100.000 siswa di 563 sekolah dasar di 11 kabupaten di 5 propinsi di Indonesia. Kelima propinsi tersebut adalah Banten, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Papua Barat. Adapun terpilihnya kelima propinsi ini didasarkan pada kategori 3T yaitu terdepan, terluar, dan tertinggal.

Saat ini saya telah menyaksikan bagaimana ProGAS ini berlangsung di beberapa sekolah yang saya kunjungi di sekitar Kabupaten Sorong, Papua Barat. Sesekali saya berbincang dengan kepala sekolah maupun guru dengan keuntungan yang didapatkan oleh anak-anak melalui ProGAS ini.

“Yang tadinya jarang masuk sekolah, jadi rajin ke sekolah.”
“Konsentrasi mereka ketika belajar di kelas meningkat.”

Di sisi lain, saya juga menemukan peran orang tua atau komite selama ProGAS ini berlangsung. Juru masak yang dipilih adalah orang tua murid. Sejak pagi orang tua murid yang terpilih sudah beres-beres di dapur sekolah karena anak-anak sudah harus siap untuk makan sekitar pukul 08.30 - 09.00 pagi. Mereka dipilih bergantian sesuai dengan kesepatakan.

Selain itu orang tua murid yang bisa memasok bahan makanan seperti ubi, sayur, telur dan bahan makanan lainnya yang diminta juga diperbolehkan untuk terlibat. Sekolah akan membeli bahan makanan yang dimiliki oleh orang tua murid telebih dahulu. Baru kalau tidak ada sekolah akan belanja ke pasar. Mendengar ini, saya melihat semua pihak mendapatkan manfaat dari program ini.

Kalau tidak salah ProGAS ini akan ditargetkan selesai pada bulan Desember atau setelah 120x makan. Setelah itu bagaimana? Apakah ada tindak lanjut dari pemerintah, sekolah, atau orang tua murid?

Beberapa sekolah masih belum menemukan solusi dari pertanyaan saya di atas.

Lebih dari semua yang saya ceritakan di atas adalah saya juga turut merasakan kegembiraan anak-anak yang saya temui di sekolah. Mereka jauh lebih bersemangat dan gembira. Program makan ini bisa menjadi salah satu kenangan yang menyenangkan di masa sekolah. Hihi.. Saya masih ingat sampai sekarang ketika dulu zaman SD kami dikasi makan bubur kacang ijo. Senangnya minta ampun!!

Jadi saya tahu betul perasaan adik-adik ini! :)

Antara senang mau dipoto atau mau makan ini. Hihihi

Tidak ada lagi anak-anak yang kelaparan di kelas, mengingat tidak semua anak mendapatkan sarapan dari rumah. Saya juga pernah menemui adik-adik yang dari rumah berangkat sekolah tidak bertemu dengan orang tuanya untuk sekadar pamit. Jangankan sarapan, tidak jarang mereka berangkat ke sekolah dalam keadaan lelah atau mengantuk. :(

Makanan sudah menunggu untuk disantap! :)

Di momentum kemerdekaan kali ini saya berharap semoga semakin banyak anak-anak Indonesia yang merdeka dari rasa lapar

Sinar mata mereka ketika sudah makan itu, ahh.. membuat saya yakin bahwa mereka adalah generasi emas bangsa ini. Mempersiapkan mereka sejak sekarang adalah sebuah utang besar yang harus dilunasi.


Nah, daripada uang rakyat dipakai untuk membangun apartemen, renovasi gedung, tunjangan sana-sini, bahkan untuk dikorup, gimana kalau duitnya dipakai untuk memberi makan anak-anak sekolah di seluruh pelosok negeri ini? Iye kan? J


Sorong, 17.8.2017
Monik

Komentar

Postingan Populer