Pachinko: Pencarian Jati Diri Sebuah Keluarga Korea Saat Penjajahan Jepang



"History has failed us, but no matter."

Kalimat pembuka buku ini sedikit banyak sudah memberikan gambaran yang jelas mengenai buku ini secara keseluruhan. Iya, buku ini merupakan cerita fiksi sejarah tentang keluarga Korea yang menjadi imigran di Jepang pada masa penjajahan Jepang atas Korea.

Cerita dalam buku ini diceritakan dalam rentang tahun 1910 - 1980. Dalam rentang tahun itu, riwayat sebuah keluarga imigran yang hidup di Jepang sampai empat generasi ditulis dengan begitu detail dan apik oleh Min Jin Lee.

Sunja, yang merupakan tokoh utama dalam cerita ini adalah seorang perempuan yang menghabiskan masa kecilnya yang begitu sederhana, tapi cukup membahagiakan baginya. Sunja, ayah, dan ibunya mengelola sebuah penginapan di daerah Yeongdo yang dimiliki oleh seorang tuan tanah di Busan.

Sunja memiliki sosok ayah yang baik hati dan selalu mengingatkannya untuk berbuat kebaikan. Kelak di masa dewasanya, Sunja selalu mengingat akan cerita dan nasihat ayahnya yang cacat fisik di saat Sunja sedang mengalami kesusahan. Kenangan itu selalu berhasil memberikan kekuatan bagi Sunja untuk menghadapi kehidupan yang begitu berat.

Sunja, gadis yang polos pada saat itu berhasil dipikat oleh Koh Hansu, laki-laki Korea asal Jeju yang juga seorang Yakuza. Bagi yang belum tahu, Yakuza adalah kelompok mafia terorganisir di Jepang. Akhirnya Sunja hamil akan tetapi Koh Hansu tidak bisa menikahinya karena dia sudah menikah dengan anak perempuan bos Yakuza di Osaka dan memiliki tiga orang anak perempuan.

Sunja sungguh patah hati dan tetap menolak untuk menjadi selir Koh Hansu. Sunja berjanji akan merawat dan membesarkan anak yang sedang dikandungnya. Hingga pada suatu saat, seorang misionaris muda bernama Baek Isak yang sekarat mengajaknya menikah dan meninggalkan Korea menuju Osaka.

Baek Isak, seorang pendeta muda yang sakit-sakitan menerima Sunja untuk menjadi istrinya, dan berjanji akan mengangkat dan memberi nama kepada anak yang sedang dikandung oleh Sunja. Walaupun kisah hidup Baek Isak tidak mudah menjadi seorang pendeta di Osaka, Sunja berjanji akan menjadi istri yang setia. Sunja juga berkenalan dengan agama suaminya dan menjadi penganut yang taat sampai masa tuanya.

Sunja dan Baek Isak memulai hidup baru mereka di Osaka bersama kakak Isak, yaitu Baek Yoseb dan istrinya bernama Kyunghee. Kelak Sunja dan Kyunghee adalah sepasang sahabat yang tidak akan terpisahkan.

Sunja dan Baek Isak memiliki dua anak laki-laki, yaitu Noa dan Moses. Min Jin Lee juga menceritakan tentang kakak-beradik yang mendambakan kehidupan yang baik di Jepang.

Baek Isak tidak berumur panjang. Baek Isak ditangkap oleh tentara Jepang karena dianggap bersekongkol untuk tidak bersembahyang kepada kaisar pada masa itu. Sebelum meninggal, Baek Isak masih sempat bertemu dengan Sunja dan kedua anaknya.

***
Cerita penjajahan memang bukan cerita baru bagi orang Indonesia, walaupun saya tidak merasakan ketika masa penjajahan Jepang, tapi saya sempat membaca cerita-cerita pedih saat Jepang berkuasa di Indonesia selama kurang lebih tiga setengah tahun.

Membaca novel ini membuat saya bertanya-tanya "Apakah pengalaman yang dialami oleh Sunja dan keluarganya masa penjajahan Jepang di Korea juga relevan dengan yang terjadi di Indonesia? Atau jauh lebih parah?". 

"Apakah saya bisa bersolidaritas dengan tokoh-tokoh dalam novel ini mengingat Indonesia juga merupakan bekas jajahan Jepang?"

Oiya, membaca buku ini juga mengingatkan saya akan buku Gabriel Garcia Marquez yang berjudul One Hundred Years of Solitude. Kesamaan kedua buku ini adalah bercerita tentang keluarga multi generasi di saat penjajahan Amerika di Kolombia.

Menarik juga membaca kisah masuknya agama monoteis, Kristen ke Korea dan Jepang yang mayoritas beragama Buddha dan Shinto. Nah, cerita tentang masuknya agama monteis ini (Katolik) di Jepang juga ada di dalam buku berjudul Silence yang ditulis oleh Shusaku Endo, dan bahkan sudah dibuatkan filmnya dan dibintangi oleh Liam Neeson.

Selain berkisah mengenai sejarah dan kepahitan orang Korea atas penjajahan Jepang, Pachinko juga mengingatkan saya akan nilai-nilai kekeluargaan (yang mungkin telah menjadi ciri khas bangsa Asia), pentingnya kebaikan, penemuan jati diri, kerja keras, dan kemurnian hati.

Selamat Membaca!


Ende, February 2020
M

Komentar

Postingan Populer