Move On
Salah
satu kebiasaan yang menjadi karakter saya adalah suka menimbun barang-barang
lama. Bukan apa-apa, saya percaya bahwa setiap barang memiliki kisah
tersendiri. Setiap barang bisa mewakili masa-masa tertentu. Ada barang yang
mewakili masa kegelapan. Pada masa ini barang-barang tersebut menjadi saksi
perjuangan seseorang saat terjatuh dan tidak menemukan arah jalan untuk pulang.
Ada
juga barang yang menjadi saksi kesenangan seseorang. Misalnya, membeli buku
favorit setelah menerima gaji. Nah, buku-buku itu menjadi saksi betapa
pengalaman tersebut juga memberikan makna bagi si empunya buku.
Sampai
saat ini, saya masih menyimpan coretan-coretan tangan dosen pembimbing skripsi
saya di lembar demi lembar benih skripsi saya. Saya menyimpannya sampai
sekarang karena saya menganggap peristiwa tersebut merupakan kejadian penting
ketika saya hendak mengakhiri status saya sebagai mahasiswa.
Ada
orang yang justru menganggapnya tidak penting, dan sebaiknya tidak usah di
bawa-bawa karena akan merepotkan. Walaupun, saya sangat yakin bahwa ketika pun
menambah beban, toh beban itu saya yang pikul sendiri.
Saya
membaca majalah bukan karena majalah tersebut edisi terbaru. Saya juga merasa
menemukan informasi baru ketika saya membaca majalah-majalah yang sudah terbit
tahunan lalu. Sehingga, ketika ada orang yang juga menyayangkan pilihan saya
untuk memilih dan menyimpan majalah-majalah tertentu, lagi-lagi pilihan sikap
yang tidak efektif. Begitu lagi kata mereka.
Adakah
manusia yang membenci kenangan? Nostalgia? Memori tentang masa lalu?
Mungkin
memang ada. Tapi, kita tidak akan bisa dengan mudahnya bisa menghapus
jejak-jejak kenangan yang telah kita rasakan dan memberikan pengaruh kepada
diri kita. Begitu bukan?
Dan
di dalam setiap kenangan akan peristiwa tersebut, akan selalu ada wujud lain
yang menjadi saksi, misalnya saksi bisu. Bisa kursi, meja, buku, tas, sepatu,
baju, pintu, kasur, seprei, bantal, pakaian dalam, musik, lagu, film, dan masih
banyak lainnya.
Akan
selalu ada pilihan untuk menghancurkan barang-barang tersebut, tapi ada juga
pilihan untuk tetap menyimpannya. Dan saya akan memilih untuk menyimpannya. Walaupun,
rupa akan berubah seiring lamanya waktu bergulir. Bantal sudah menjadi busuk
dan usang. Baju sudah robek-robek. Kasur sudah semakin dipenuhi kutu busuk. Dan
buku sudah dipenuhi kutu buku dan jamur.
Walaupun
mengenang juga berarti merasakan pedih, tetap saja tidak akan bisa melepasnya
begitu saja. Meski ingin.
Semoga
rupa barang-barang tersebut setelah di makan usia tidak ikut menjadikan
kenangan tentangnya ikut usang juga.
Ketika
memikirkan hal ini, saya sedikit tergelitik untuk menyadari bahwa saya adalah
orang yang sulit untuk ‘Move On’. Saya
sulit untuk bergerak dan berpindah kepada sesuatu yang lain/baru. Saya sulit
untuk terbiasa dengan sesuatu yang baru, tanpa membawa cerita tentang masa lalu
saya bersama-sama. Meskipun itu hanya bersemayam di dalam pikiran dan batin. Sesekali
berbicara dengan diri sendiri.
Saya
masih akan menyimpan kenangan-kenangan tersebut. Dan selagi masih bernapas dan
berpikir, saya yakin bahwa kenangan-kenangan itu sedang menempati ruangannya di
dalam alam bawah sadar. Kelak, akan sesekali muncul ke permukaan untuk
menunjukkan kedirian saya sendiri.
Akan
tetapi, saya juga tidak bisa memungkiri bahwa ada barang-barang yang harus
terlindas oleh keegoisan dan keprimitifan. Ketika barang-barang tersebut hancur
menjadi puing-puing yang seolah tidak memiliki jiwa, mereka lupa bahwa cerita bersama
dengan mereka masih tersimpan rapi di dalam hati dan pikiran. Kerusakan image memang patut saya sesalkan, tapi
untungnya tidak berbuntut pada kerusakan ingatan tentang mereka.
Biarlah
tetap dikenang, apa yang patut untuk dikenang. Sesekali merayakan ingatan dan
kenangan bersamanya.
Dan
yang menurut saya penting, belum tentu penting bagi orang lain. Tetapi, dengan
tidak mengusik ketenangan orang lain bersama dengan kenangan mereka, sudah
lebih dari cukup. Alih-alih untuk menghargai pilihan hidup orang lain.
Jakarta,
09 Januari 2013
19.14
Wib
M
& M
Hmmm. Kenangan oh kenangan... :)
BalasHapusKata Joko Pinurbo, kunang-kunang adalah kenang-kenang.