PULANG


“Rumah adalah tempat dimana aku merasa bisa pulang.”
(Dimas Suryo)

Novel Pulang ditulis oleh seorang wartawati Tempo bernama Leila S. Chudori. Novel Pulang ini memang bukan satu-satunya karya yang beliau hasilkan. Ada kumpulan cerpen Malam Terakhir, ada juga novel yang terdiri dari kumpulan cerita pendek yang saling berkaitan disertai dengan sketsa berjudul 9 dari Nadira.

Tema novel Pulang ini adalah kisah sekelompok eksil tahanan politik yang tidak bisa pulang ke Indonesia karena dituduh terlibat dalam politik praktis tahun 1965. Mereka menjadi manusia pengembara di Eropa, sebelum memutuskan untuk membuka Restoran Tanah Air di Paris. Paspor mereka dicabut, berpindah negara, berpindah kota, berubah keluarga ditengah-tengah kerinduan untuk bisa pulang ke Indonesia.

Adalah Dimas, Nugroho, Tjai, dan Risjaf, eksil politik Indonesia yang memendam kerinduan untuk pulang ke tanah asal mereka, walaupun tidak akan mudah bagi mereka. Selama di Paris, mereka pun dipandang sebelah mata oleh Keduataan Besar Indonesia. Tidak ada tempat berteduh bagi mereka di negeri asing, kecuali diri mereka sendiri.

Begitulah yang saya rasakan ketika membaca Pulang. Perjuangan dan penderitaan eksil politik Indonesia yang tidak diizinkan pulang ke negeri mereka sendiri karena punya cap sebagai komunis. Sungguh, pemerintah benar-benar dilanda paranoia saat itu.

Membaca Pulang juga bisa menjadi referensi untuk mengingat kembali salah satu peristiwa penting di Indonesia. Persitiwa 30 September 1965 dan peristiwa yang mengikuti, serta peristiwa 1998. Dua peristiwa sejarah yang begitu berdampak bagi perkembangan Indonesia disajikan dalam novel ini.

Leila S. Chudori menyajikan novel ini tentu dengan padu padan kata-kata yang seolah berjodoh. Begitu pas dan menyentuh. Beberapa kali melalui tokoh-tokoh di dalam novel ini, Leila mengutip puisi sastrawan dunia seperti Oscar Wilde dan James Joyce.

Berlatar tempat antara Jakarta dan Eropa, terutama Paris, Leila sungguh menyuguhkan sejarah dengan begitu menyentuh sanubari.

Pergulatan Dimas untuk bisa pulang ke Indonesia selama kurang lebih 30 tahun, akhirnya menemukan titik akhir. Dimas bisa pulang ke Indonesia. Akan tetapi, Dimas pulang tanpa sempat bernostalgia dengan negara yang ia cintai. Ia pulang tanpa mencium aroma khas kampung halamannya. Dimas pulang ke Indonesia untuk beristirahat selama-lamanya. Indonesia yang begitu ia rindukan bepuluh-puluh tahun telah direngkuhnya kembali dalam sepetak makam di daerah Karet.
Gambar di unduh dari www.gramedia.com 

Melalui novel ini, Leila telah berhasil menjadikan Indonesia sebagai rumah bagi mereka yang rindu untuk pulang. Bagi mereka yang ingin menemukan rumah untuk bisa pulang.

Selamat Membaca!


Jakarta, 21 Januari 2013
02.25 Wib
M & M

Komentar

Postingan Populer