Bahagia untuk Dirimu Sendiri
Beberapa hari belakangan ini kata ‘bahagia’ sering muncul
dalam pikiran saya ketika sedang mendengarkan orang lain berbicara, atau ketika
saya sedang mengobrol dengan diri saya sendiri. Hahaha…
Kalau misalnya di detik ini kita ditanya “Apakah kamu
bahagia?” Kira-kira apa yang akan kita jawab?
Bahagia melihat langit ketika matahari terbenam. |
Tidak sedikit orang yang tiba-tiba linglung, bingung, atau
kehabisan kata-kata. Ada juga yang dengan kesadaran dan keberanian penuh
mengakui bahwa mereka sedang atau tidak bahagia. Jawaban ini bukan sesuatu yang
harus disesalkan atau disindir, Keberanian untuk mengakui bahwa kita tidak
bahagia terkadang menjadi pintu bagi kebahagiaan yang akan muncul.
Terus, kebahagiaan itu dari mana sih datangnya?
Nah, pertanyaan ini yang masih banyak diteliti oleh
orang-orang cerdas maupun orang-orang biasa yang masih mencari-cari bentuk
kebahagiaan yang mereka rindukan. Ada juga yang menganggap bahwa menjadi
bahagia adalah tujuan hidup. Ada juga yang setuju kalau bahagia adalah salah
satu jalan menuju kehidupan abadi. Kehidupan yang dirindukan oleh banyak orang.
Bahagia ketika memeluk sahabat kesayangan |
Sumber kebahagiaan banyak jenisnya, dan setiap mahluk hidup,
khususnya manusia memiliki sumber kebahagiaan yang bermacam-macam. Ada orang
yang merasakan kebahagiaan ketika bisa berkeliling dunia dan bertemu dengan
orang-orang baru.
Bahagia ketika melihat laut |
Ada juga yang bahagia setelah menikah. Ada juga yang bahagia
karena ditraktir makan di restoran favorit. Ada juga yang bahagia karena
bermain bola. Ada yang bahagia melihat anak kecil sedang tertawa. Ada yang
bahagia karena bisa tidur nyenyak di malam hari yang melelahkan. Kalau mau
ditulis satau demi satu tentu masih akan
banyak sekali.
Ada sekitar 7,4 miliar penduduk bumi saat ini. Itu berarti
ada sekitar 7,4 bentuk sumber kebahagiaan. Itu baru manusia, belum lagi kalau
menghitung daftar sumber kebahagiaan bagi hewan dan tumbuhan. Banyakkk yaaaa!!
:D
Kemarin siang seperti biasa saya hendak mencari makan siang
di sekitar penginapan di jalan Hawai, Sentani. Seperti yang sudah-sudah, saya
selalu berjalan ke arah kiri. Untuk pertama kalinya saya berjalan ke arah
kanan. Kemarin merupakah salah satu hari yang penuh dengan emosi bagi saya,
karena ada suatu kendala yang diluar kendali saya, saya menggerutu dan kesal.
Saat berjalan belok kanan saya menemukan sebuah restoran
yang selama ini luput dari pandangan saya. Saya tidak menyangka kalau di dekat
penginapan saya ada sebuah restoran yang lumayan nyaman. Setelah saya melihat
daftar menu mereka, saya kaget sambil tertawa gembira. Mereka menyediakan pizza
dan pasta.
Bahagia bersama teman-teman |
Mengingat seminggu belakangan saya mengidamkan makanan itu,
kemarin doa saya terjawab dengan sempurna dan tepat pada waktunya. Singkat cerita,
hari saya yang tadinya menyebalkan luput seketika menjadi salah satu hari
terbaik saya. Hahah.. lucu ya! Tapi itu betul adanya.
Oh iya kembali tentang sumber kebahagiaan tadi, berarti
kebahagiaan itu memang bermacam-macam bentuknya. Pizza dan pasta bisa membuat
saya senang atau merasakan kegembiraan, belum tentu orang lain merasakan hal yang
sama. Oleh karena itu, tidak adil kalau kita menganggap orang lain wajib
bahagia sesuai dengan standar kebahagiaan kita. Kita perlu menghargai dan menerima bahwa sumber kebahagiaan kita memang berbeda.
Bahagia ketika difoto |
Misalnya sumber kebahagiaan orang tua tentu berbeda dengan
kebahagiaan anak-anaknya. Sumber kebahagiaan seorang direktur pasti berbeda dengan
karyawan. Sumber kebahagiaan guru berbeda dengan sumber kebahagiaan anak
didik.
Kalau ada bentuk relasi yang saling bersinggungan dan
menimbulkan ketidakcocokan itu berarti ada yang perlu didiskusikan. Hal ini bisa terjadi karena kita sama-sama tidak tahu atau malas tahu apa yang menjadi
kebahagiaan bagi orang lain.
Pertanyaannya adalah: Apakah kita perlu tahu apa yang membuat orang
lain bahagia? Jawabannya adalah iya. Tapi bukan kewajiban kita untuk memastikan
mereka untuk bahagia. Bukan tanggung jawab kita untuk menaruh kebahagiaan mereka
menjadi priotitas di dalam hidup kita. Mungkin yang bisa kita lakukan adalah berbicara, berdiskusi, kompromi atau bernegosiasi.
Sebagai mahluk dewasa dan berpikir, kita tentu
sudah mengetahui kira-kira apa yang membuat kita bahagia. Yang namanya
kebahagiaan tentu tidak akan merugikan diri sendiri, apalagi orang lain.
Selagi punya waktu dan kesempatan untuk melakukannya,
lakukanlah supaya bahagia. Jangan merasa bersalah, karena mereka yang kepadanya
kita merasa bersalah tidak punya tanggung jawab untuk memberikan kita
kebahagiaan.
Bahagia berada di dekat air terjun |
Kita sendiri lah yang bertanggung jawab untuk kebahagiaan kita
sendiri. Kita juga tidak perlu mempertanggungjawabkan kebahagiaan kita kepada
orang lain, selain kepada diri sendiri.
Kita tidak bahagia untuk membahagiakan orang lain. Kita bahagia
untuk membahagiakan dan memberikan ‘hadiah’ kepada hati, batin, maupun jiwa
kita sendiri. Kalau ada orang lain yang kecipratan bahagia kita, itu adalah
bonus. Dunia pun akan semakin baik kalau semakin banyak orang yang bahagia. Bukankah
begitu? Percaya tidak? Hahah… Coba saja!
Bahagia ketika hampir dicium oleh Mopi |
Jadi, berbahagialah! Please, lakukanlah
untuk dirimu sendiri. Berbahagialah untuk dirimu sendiri. Apapun yang mampu
memberikanmu kebahagiaan dan kedamaian batin, lakukanlah!
Ingat, orang lain tidak bertanggung jawab untuk
kebahagiaan kita. Pada akhirnya mungkin setiap manusia akan kembali dan mudah-mudahan
menemukan kebahagiaan mereka yang hakiki.
Berbahagialah!
Sentani, 4.4.2017
Monik
Komentar
Posting Komentar