Memasuki Dimensi Dunia yang Berbeda di Sumba Timur (2)



Karena punya kesenangan untuk menyaksikan matahari terbenam, saya juga mengunjugi Pantai Walakiri sampai dua kali. Pantai Walakiri ini terkenal dengan pohon bakau menari. Hampir setiap hari orang-orang memenuhi pantai ini untuk menikmati sunset, latihan memotret, bahkan untuk foto prewed juga. Saya juga kebagian indahnya pesona matahari terbenam dan pohon bakau menari. Semua orang selalu pulang dengan hati yang gembira dan tentunya koleksi foto bagus dari Pantai Walakiri.

Kuda Sandalwood di Padang Savana Puru Kambera
Tempat wajib lainnya yang bisa dinikmati di Sumba adalah Padang Savana. Kami berkunjung ke Puru Kambera yang bersebelahan dengan pantai yang cantik. Ke Puru Kambera bisa ditempuh hampir satu jam dengan mengendarai mobil. Lagi-lagi pemandangan sepanjang perjalanan sudah memanjakan mata terlebih dahulu. 

Pemandangan di sepanjang perjalanan
Kalau ibarat lagu, musik intro-nya sudah membuat telinga mabuk kepayang. Hahaha… Kami juga bertemu dengan Kuda Sandalwood, kuda khas Sumba yang seringnya asyik makan saja. Perawakan kuda yang ramping ini bukan karena mereka tidak makan loh!

Air Terjun Tanggedu, Sumba Timur
Setelah padang savanna, kami pun mengunjungi Air Terjun Tanggedu. Air Terjun Tanggedu ini lumayan jauh sih. Kalau dari Waingapu sampai ke batas desanya bisa ditempuh dengan mobil sekitar dua jam. Sampai di batas desa kita masih harus berjalan kaki sekitar satu jam. Lumayan juga! 

Apalagi jalur trekking di awal dan di akhir menuju air terjunnya bisa dikatakan setengah mati. Tapi ya dilalui saja, karena pas sudah sampai di air terjunnya, rasa lelah semua hilang. Lupa tadi selama perjalanan napas sudah tinggal satu-satu.

Air yang berwarna hijau toska selalu membuat ingin nyebur
Air yang berwarna hijau toska membuat saya betah berlamam-lama memandangi air terjun Tanggedu ini. Air terjun ini merupakan salah satu air terjun paling indah yang pernah saya lihat. Gugusan batu kapur yang mirip roti kasur ini membuat semakin megah. Ketika tiba di sana, ternyata kami sudah didahului oleh beberapa fotografer yang memang sengaja untuk meliput air terjun. Setelah mereka pergi, hanya kami saja yang ada di sana. Serasa rumah sendiri ya! J

Saya dan Fina
Saya masuk dan berendam di beberapa kawah batu yang berisi air hijau toska itu. Segaarrrr!! Kalau dibiarkan saya bisa seharian berendam di dalam kubah air itu. Setelah sekitar satu jam menikmati air terjun, kami pun pulang.

Kembali kami harus melalui jalur trekking yang lumayan terjal dan curam. Mengingat tenaga sudah habis mandi-mandi, lumayan juga perjalanan pulang kali ini. Bukan setengah mati lagi, tapi tiga perempat mati. J

Akan tetapi semua perjalanan ini layak banget dilakukan mengingat yang dilihat dan dinikmati tidak ada setiap hari. Tempat-tempat ‘surgawi’ begini memang hanya bisa dinikmati setelah melalui perjuangan dulu.

Salah satu rumah adat di Kampung Adat Raja, Waingapu.
Saya juga sempat ke Kampung Adat Raja di Waingapu untuk melihat rumah adat Sumba dan melihat proses pembuatan kain tenun. Mama-mama juga menjual aksesoris dan kain tenun khas Sumba. Saya sempat mencoba memakai sarung mereka.

Kain Tenun Sumba
Harga kain sumba ini tidak tanggung-tanggung loh. Mengingat proses pembuatannya lama dan memang masih memakai pewarna alami, kainnya diberi harga mulai dari 500 ribu rupiah sampai ada yang seharga 10 juta rupiah loh. Busyetttt!!! Saya hanya bisa menelan ludah saja mendengar harga kain itu.

Rambu Manandang alias Adik Perempuan Cantik!
Saat yang ditunggu-tunggu tiba juga, yaitu bertemu dengan anak-anak Sumba di sekolah. Ketika berkunjung ke sekolah dan bertemu dengan adik-adik di sana, mereka penuh dengan keramahan walaupun masih malu-malu. Adik-adik perempuan cantik-cantik. Wajah mereka sungguh berkarakter. Tadinya saya pikir orang di Sumba rata-rata punya rambut keriting seperti saya, tapi nyatanya tidak. Paling banyak yang punya rambut air alias rambut lurus. Hahahah…

Pengalaman demi pengalaman yang saya rasakan selama berada di Sumba kemarin tidak akan bisa saya lupakan. Saya seperti memasuki dimensi dunia yang berbeda. Kata-kata saja tidak cukup untuk mewakili perasaan yang muncul saat menyaksikan keindahan alam dan pesona budaya di Sumba ini.

Keindahan alam yang begitu khas dan mempesona ini selalu mengingatkan saya untuk bersyukur dan berterima kasih kepada kehidupan. Kesempatan seperti ini selalu memberikan nilai-nilai yang baru dan perspektif juga. Saya senang menerima dan menyerap nilai dan perspektif baru itu. 

Mungkin karena itu juga saya masih betah untuk bertemu orang-orang baru yang berbeda suku, bahasa, adat, dan karakter. Sungguh bangga menjadi saksi keberagaman, keindahan, dan keunikan Bangsa Indonesia!

Diselesaikan di Alor, 25.5.2018
Monik

Komentar

Postingan Populer