Educated: Ketika Rumah Bukan Lagi Rumah Untukmu


"Emancipate yourselves from mental slavery. None but ourselves can free our minds" 

Buku ini merupakan sebuah memoar yang ditulis oleh Tara Westover, yang dibesarkan dalam keluarga Mormon di negara bagian Idaho, Amerika. Tara mengisahkan hidupnya dari kecil hingga dewasa melalui ingatan-ingatan dan cerita dari keluarga terdekatnya.

Tara merupakan anak ketujuh dari tujuh bersaudara dan empat dari mereka tidak memiliki akte lahir. Orangtua Tara juga tidak mengirim anak-anaknya ke sekolah.

Ayahnya percaya bahwa pendidikan adalah musuh. Pendidikan adalah iblis yang akan menghancurkan kehidupan. Sebagai penganut Mormonisme, Tara dan saudara-saudaranya tidak diperbolehkan mencicipi pengetahuan, 'hal-hal duniawi, dan kemajuan.



Mormonisme kalau bisa disebut merupakan salah satu agama yang persebarannya paling cepat di hampir setengah negara bagian di Amerika. Mormonisme atau yang sering disebut sebagai Latter-day Saints didirikan oleh Joseph Smith pada tahun 1838.

Smith mendapatkan wahyu untuk menulis tentang kitab Mormon, yang merupakan kitab suci penganut agama tersebut selain Alkitab. Kita tidak akan membahas tentang agama Mormon dalam tulisan ini ya. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai ajaran agama ini bisa dibaca melalui tautan berikut.

https://www.britannica.com/topic/Church-of-Jesus-Christ-of-Latter-day-Saints
https://www.christianity.com/church/denominations/are-mormons-christians-10-things-to-know-about-the-church-of-latter-day-saints.html

Ayah Tara merupakan penganut fanatik agama Mormon. Saking fanatiknya, ayah Tara percaya kalau pengobatan modern merupakan salah satu cara iblis untuk membawa manusia jatuh ke dalam dosa. Tara menceritakan saat ayahnya mengalami luka bakar yang mangat parah, dia memilih diobati dengan pengobatan tradisional daripada diobati di rumah sakit.

Salah satu ajaran Mormon adalah otoritas sosok ayah/laki-laki di dalam keluarga. Sabda seorang ayah berarti sama juga dengan sabda tuhan. Begitulah yang terjadi di dalam keluarga Tara. Apapun yang disabdakan olles ayahnya tidak boleh dilawan, apalagi dipertanyakan.

Bentuk lain kefanatikan ayah Tara adalah tidak menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah formal. Dia percaya bahwa pendidikan formal ke sekolah merupakan cara iblis untuk melawan Tuhan. Oleh karena itu, kecintaan Tara akan sekolah dan pengetahuan justru berbanding terbalik dengan motivasi ayahnya untuk menjauhkan anak-anaknya dari sekolah.

Tara mendapatkan motivasi untuk sekolah dan kuliah dari kakaknya, Tyler yang sejak kecil sudah jatuh cinta dengan Trigonometri. Tara menggambarkan kecintaan Tyler akan matematika sebagai sesuatu nyanyian dimana Tyler saja yang bisa mendengar dan mengerti.

Perkuliahan di BYU (Birmingham Youth University) ternyata menjadi pintu pertama bagi Tara Untuk mencicipi perkuliahan sampan mendapatkan gelar di Oxford dan Harvard. Akan tetapi, perjalanan yang tidak pernah disangka ini ternyata membawa konsekuensi yang sangat berat, yaitu mengguncang kehidupan keluarganya.

Kehidupan Tara yang semakin jauh dari keluarganya membuat Tara bisa melihat kehidupan yang dulu ia jalani dari kecil hingga dewasa dengan perspektif yang berbeda. Tara merasakan ketidakadilan, kebodohan, dan ke-tidak-masuk-akal-an yang telah mengorbankan kehidupan Tara sendiri. Kehidupan bersama keluarganya selama ini dirasakan oleh Tara sebagai sesuatu yang sangat menyakitkan baginya, baik sebagai anak maupun sebagai seorang perempuan.

Tara menjalani love-hate relationship dengan kedua orangtuanya. Tara juga dijauhi oleh orang tua dan saudara-saudaranya karena dianggap membawa petaka ke dalam kehidupan keluarganya. Semua itu terjadi karena Tara memilih percaya pada akal sehat dan pengetahuan.

Rumah mereka pun tidak lagi menjadi rumah bagi Tara. Konsekuensi yang harus dipikul oleh Tara yang memilih untuk belajar dan bersekolah. Keadaan ini sempat membuatnya depresi, hingga usahanya untuk mendapatkan gelar doktor di Harvard tertunda lama.

"I am not the child that my father raised, but he is the father who raised her", begitulah Tara menjelaskan hubungannya dengan ayahnya.

Buku ini menceritakan tentang hubungan racun yang terjadi di dalam keluarga. Keluarga yang idealnya menjadi rumah bagi siapapun untuk pulang, tidak selalu terjadi sesuai harapan ketika dalam kenyataan. Keluarga yang di satu sisi menjadi kekuatan bagi seseorang, tapi juga bisa menjadi kelemahan di waktu yang bersamaan.

Kalau disuruh memilih, Apakah kamu akan memilih untuk mengorbankan akal sehat dan kesehatan mentalmu demi keluarga? Tentu ini bukanlah pilihan yang mudah bagi kebanyakan orang. Jangan-jangan bagi sebagian besar orangpun,  pilihan ini tidak pernah ada.


Ende, April 2020
M

Komentar

Postingan Populer