Outgrowing God: Apakah Kita Perlu Tuhan Untuk Berbuat Baik?

Saya menemukan buku ini saat sedang menunggu jadwal pesawat berikutnya di bandara mana gitu. Karantina sosial ini membuat kangen juga sih dengan perjalanan-perjalanan yang sudah pernah dilakukan. Oke, kembali membahas tentang buku ini ya.

Buku ini merupakan buku kedua Richard Dawkins yang saya baca setelah buku 'The Selfish Gene', yang bercerita tentang asal-muasal gen manusia. Bahasanya memang sangat biologi sekali. Sangat sains. Satu yang paling saya ingat dari buku itu adalah bahwa manusia secara genetis memang egois. 

Gen yang ada di dalam tubuh kita sudah melalui banyak pertandingan dan pertarungan untuk mempertahankan diri. Gen yang kuat, ya bertahan. Gen yang lemah akan hilang dan mati dengan sendirinya tanpa jejak. Jadi, kalau kita suka mengejek atau mengatai teman kita egois, ya sebenarnya hal yang sangat wajar dan manusiawi. Kurang lebih seperti itu ya. :))

Oke, semarang kita kembali ke buku yang memang ingin saya ceritakan dan perkenalkan lewat tulisan kali ini. Sepintas mendengarkan kata Outgrowing God, saya memaknai dengan bertumbuh di luar Tuhan. Sudah sejak lama saya mempertanyakan banyak hal mengenai ketuhanan ini. 

Apa iya manusia tidak bisa bertindak dengan akal sehat yang mudah kita punya? Apakah kita manusia perlu ditakuti-takuti atau diiming-imingi dengan janji kehidupan surgawi baru kemudian berbuat kebaikan selama hidup?

Panjang juga ya pertanyaannya. Sebentar saya tarik napas dulu. 

Menurut Richard Dawkins, manusia memang memiliki semacam insting yang sudah diwariskan dari nenek moyang untuk mencari sesuatu untuk dipercayai. Maka muncullah berbagai macam dewa, hantu, dan mahluk gaib lainnya. 

Mengingatkan buku ini sangat sains sekali, maka ketika hendak membaca buku ini, bisa juga terlebih dahulu kita melepaskan kaca mata yang selama ini kita pakai dan menggantinya dengan kaca mata yang lebih relevan.

Di dalam buku ini, Richard Dawkins menceritakan dan juga membandingkan kisah tentang terbentuknya bumi secara sains dan dengan yang selama ini banyak dipercaya oleh orang yang beragama. Kisah penciptaan yang banyak dikisahkan secara berbeda di berbagai macam kitab suci memberikan penjelasan bahwa kisah penciptaan yang dipercayai itu sangat subjektif. Tidak ada yang sama. Sedangkan kisah terciptanya bumi melalui ledakan besar yang sering kita dengar dengan istilah 'big bang' ada dan sama di hampir semua penjuru dunia.

Penulis buku ini juga meyakini bahwa manusia yang sudah dibekali dengan akal sehat sebenarnya bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk. Sistem pahala atau janji surga yang banyak diperdengarkan oleh agama bisa dikatakan tidak masuk akal untuk dijadikan sebagai motivasi untuk berbuat baik. 

Apakah kita memerlukan mata yang mengawasi dari atas sana supaya kita tetap berbuat baik?

Begitu kira-kira pertanyaan utama dari buku ini. Richard Dawkins juga memberikan sedikit penjelasan mengenai kisah-kisah di Alkitab (mengingat beliau dibesarkan secara Kristen) yang dianggap tidak masuk akal, penuh rekayasa, dan teks satu dengan teks lain yang tidak relevan. 

Mengingatkan banyaknya cerita-cerita yang dianggap subjektif dan sarat kepentingan, Richard Dawkins mengajak semua pembacanya untuk mau mengambil langkah dahsyat dan drastis untuk kembali ke sains. Kembali ke ilmu pengetahuan.

"You need courage to face the frightening, bewildering conclusion of science; and with the courage comes the opportunity to experience all that wonder and beauty. The courage to cut yourself adrift from comforting, tame apparent certainties and embrace the wild truth."



Ende, April 2020
M

Komentar

Postingan Populer