Little Women: Hangatnya Persaudaraan






"Tabahlah, hati yang baik! Akan selalu ada cahaya di balik awan gelap."

Buku ini berkisah tentang empat orang saudara perempuan, yaitu Meg, Jo, Beth, dan Amy. Keempat saudari ini memiliki sifat dan karakter masing-masing. Meg, si sulung yang mendambakan kehidupan yang mewah dan glamor. Jo, si tomboy yang suka menulis dan apa adanya. Beth, si pendiam yang suka musik, dan si bungsu Amy yang suka melukis dan masih kekanak-kanakan.

Keempat saudari ini merupakan anak dari keluarga March, yang tinggal bersama ibu mereka yang memiliki panggilan kesayangan sebagai Marmee. Ayah keempat bersaudari ini terpaksa ikut dalam perang yang sedan terjadi, sehingga kehidupan mereka yang dulunya bisa dianggap berkucukupan terpaksa harus hidup secukupnya di daerah Concord, Amerika Serikat.

Setelah membaca buku ini, saya sangat tertarik dengan tokoh Josephine alias Jo. Jo merupakan anak kedua yang memiliki perangai yang tomboy, jujur, apa adanya, dan bercita-cita untuk menjadi penulis. Jo memiliki sahabat bernama Laurie. Hampir setiap hari mereka menghabiskan waktu bersama-sama. Persahabatan antara Jo dan Laurie begitu tulus, walaupun saya sempat berpikir di buku ini saya akan menemukan kisah asmara di antara kedua sahabat ini. :))

Membaca kisah empati saudari ini sebenarnya mengingatkan saya dengan kisah Keluarga Cemara yang juga mengenai keluarga sederhana di pedalaman Sukabumi. Keluarga Abah terpaksa harus pindah ke desa terpencil karena bisnisnya yang bangkrut.

Bagi yang belum tahu kisah Keluarga Cemara ini, saya merekomendasikan buku ini karena sarat akan cerita-cerita keluarga yang menghangatkan hati. Cerita tentang kesederhaan, kejujuran, dan makna hidup melalui kejadian-kejadian sederhana setiap hari. Keluarga Cemara merupakan cerita yang dikarang oleh Arswendo Atmowiloto, salah satu legenda dalam dunia kepenulisan di Indonesia.

Nah, kembali lagi ke cerita Little Women ini. Kisah-kisah persaudaraan mereka yang sederhana terasa hangat dan mewah karena sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Meg, si sulung yang mendambakan suami dan memiliki keluarga yang mewah. Beth yang pendiam. Amy yang cerewet. Sungguh, cerita-cerita sederhana yang dekat dengan keseharian kita. Mungkin itulah salah satu penyebab utama kenapa buku ini meledak dan disukai oleh banyak pembaca.

***
Pada than 2019 lalu, sekitar akhir tahun film yang diadaptasi dari buku ini resmi diputar di bioskop-bioskop seluruh dunia. Greta Gerwig menjadi sutradaranya. Bintang film seperti Emma Watson, Saoirse Ronan, dan Laura Dern menjadi binding utamanya.

Setelah menonton film Little Women ini, saya tidak kecewa berat. Kalau boleh dikata, saya sebenarnya suka dengan bagian-bagian dari buku yang berhasil ditonjolkan oleh Greta. Misalnya, ketika Jo berhasil menerbitkan bukunya, walaupun melalui banyak tantangan. Kepiawaian Saoirse Ronan yang memerankan Jo, karakter favorit saya, sungguh tidak mengecewakan. Saoirse bisa menghidupkan Jo yang saya baca di dalam bukunya.

Bagian yang tidak terlalu saya sukai, walaupun mungkin banyak alasan untuk membuatnya ada di dalam bukunya adalah kisah asmara Jo dan Laurie yang berakhir tidak baik. Saya tidak menyukai ketika Laurie menggantikan Jo dengan Amy si bungsu, yang ternyata menyukai Laurie sejak lama. Yah baiklah, untuk kepentingan cerita dan penonton kali ya?

Saya sangat menyukai adegan ketika Jo berdiskusi dengan editor bukunya mengenai melanjutkan nasib tokoh yang ada di dalam naskah yang akan dicetak. Saya tertawa menyaksikan bagaimana sang editor dengan logika bisnisnya berharap Jo membuat tokoh utama perempuan dalam cerita itu berakhir bahagia alias menikah bersama dengan laki-laki yang ia sukai.

"Kalau tokoh perempuan di dalam cerita berakhir melajang atau meninggal, tidak akan ada yang membaca cerita itu. Tolong, buatlah mereka setidaknya bersama-sama."

Kurang lebih begitulah percakapan mereka berdua sebelum bukunya resmi naik cetak. :))

Selamat membaca bukunya!
Selamat menonton filmnya!


Ende, May 2020
M


Komentar

Postingan Populer