Kitab Kawin: Hanya Perempuan yang Mampu Menyelesaikan Masalahnya Sendiri


Sudah lama banget tidak membaca buku karya Laksmi Pamuntjak. Beberapa tahun lalu saya membaca bukunya yang berjudul Amba dan Aruna dan Lidahnya. Sudah bertahun-tahun berlalu sejak membaca buku itu.

Kali ini, Laksmi hadir kembali melalui buku kumcernya yang berjudul 'Kitab Kawin'. Buku ini berisikan sebanyak sebelas kisah perempuan dengan segala dilema dan persoalan hidupnya.

Sesuai dengan judulnya, sebelas kisah perempuan ini menyangkut kehidupan perkawinan mereka. Ada yang menjadi simpanan, ada yang pelaku perselingkuhan, dan juga perempuan yang menjadi korban perniksahan di bawah umur.

Membaca buku ini membuat saya teringat kembali mengenai kesan yang selalu muncul saat membaca karya Laksmi. Bahasa yang muah dicerna, topik yang menasik untuk dibahas, dan tentunya kisah perempuan yang menjadi utama.

Setelah membaca kumcer ini, saya semakin percaya bahwa hanya perempuan yang bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Kesimpulan ini saya ambil bukan tanpa sebab. Semua perempuan yang menjadi tokoh dalam sebelas kisah ini merupakan perempuan-perempuan hebat yang berhasil melampaui batasan-batasan yang disematkan kepada mereka sebagai perempuan.

Cerita Amira, Citra, Hesti, dan Nisa menjadi salah satu kisah menyakitkan yang sebenarnya mungkin tidak jauh dari kehidupan kita. Kisah perempuan-perempuan muda di bawah umur yang dipaksa untuk menikah dengan laki-laki yang tidak mereka pilih. Atau laki-laki yang terpaksa mereka pilih. 

Setelah kacau-balau diakibatkan oleh laki-laki yang mereka nikahi, keempat perempuan ini bangkit dengan caranya masing-masing. Mereka berhasil membenahi hidup mereka kembali dan berjanji akan menyediakan kebahagiaan bagi diri mereka dan orang yang mereka kasihi.

Tapi memang ya, dukungan dari sesama perempuan pun bisa menjadi penyemangat bagi perempuan yang sedang kesusahan. Walaupun keadaan masih kurang ideal, perempuan masih sering dikondisikan uituk memusuhi atau bersaing dengan sesama perempuan.

Saya menyadarinya kembali ketika keempat perempuan itu saling mendukung untuk bangkit kembali dari keterpurukan. Mereka saling memberikan kekuatan untuk melaluinya. Saya semakin yakin bahwa solidaritas antar perempuan atau 'sisterhood' adalah semangat yang harus tetap ditumbuhkan dan dipelihara.


Selamat Membaca!


August 2021

M

Komentar

Postingan Populer