Invisible Women: Sudah Saatnya Mendengarkan Perempuan!

"All people need to do was to ask women."

'People' yang dimaksudkan di dalam kutipan di atas adalah para laki-laki. Orang-orang yang masih berpikir bahwa perempuan adalah masyarakat golongan kedua. 

Orang-orang yang masih berpikir bahwa perempuan masih berada di bawah laki-laki. Orang-orang yang berpikir bahwa derajat laki-laki berada jauh di atas perempuan. Untuk para misoginis (pembenci perempuan) dan pelaku toxic masculinity

Sebagai kelompok masyarakat yang memenuhi separuh bumi ini, kepentingan dan kebutuhan perempuan masih saja mengalami diskriminasi.

Caroline Criado Perez di dallas bukunya ini menunjukkan berbagai macam data dari berbagai belahan dunia mengenai gap yang sangat jauh antara data Perempuan bila dibandingkan dengan laki-laki. Bagaimana orientasi orang-orang berkuasa (laki-laki) masih sangat jauh dari kesejahteraan para perempuan. 

Melalui buku ini, saya semakin percaya bahwa kalau kita menginginkan dunia yang lebih baik, satu langkah penting yang harus kita lakukan adalah memperhatikan kebutuhan dan kepentingan para perempuan. Seperti yang dituliskan di dalam buku ini, banyak sekali kebijakan publik yang justru mendiskriminasi perempuan. Mulai dari sektor transportasi, kesehatan, sampai kebijakan cuti.

Meninggalkan kepentingan para perempuan juga berarti membiarkan dunia bekerja setengah-setengah. Perempuan memegang peran yang sancta penting bagi pertumbuhan ekonomi, politik, dan kehidupan suatu masyarakat dan negara.

Kita bisa membandingkan negara-negara yang melindungi kepentingan perempuan dengan negara yang sama sekali tau sedikit tidak peduli mengenal pentingnya kontribusi perempuan. Negara yang memenuhi hak dan kepentingan perempuan cenderung lebih bahagia dan bahkan GDP negara tersebut jauh lebih tinggi bila dibandingkan negara yang tidak peduli.

"Women are set up to be forgettable. Ignorable. Dispensable - from culture, from history, from data. And so, women become invisible."

Ketika kita berbicara mengenai kebijakan tertentu yang menyasar masyarakat luas, kita cenderung memandang mereka sama, bahkan sangat khas cara pandang laki-laki. Tanpa kita sadari, kita pun menggunakan kaca mata laki-laki saat sedang berpikir, berdiskusi, maupun membuat keputusan.

Di dalam buku ini, penulis juga menyampaikan bahwa perempuan-perempuan yang berada di dalam posisi strategis sekalipun masih kesulitan untuk mengakses diskusi-diskusi di balik layar yang justru paling menentukan sebelum keputusan dibuat. Kenapa? 

Karena perbincangan ringan di belakanng layar itu, biasanya diadakan di tempat hiburan dan sampai tengah malam, yang hanya bisa diakses oleh laki-laki. Well, mereka tidak punya kewajiban untuk mengurus rumah tangga, bukan? Selain itu, kebiasaan itu masih menjadi ranah yang sangat laki-laki banget.

Sebenarnya kepemimpinan perempuan sangat berbeda dengan laki-laki. Perempuan cenderung menyelesaikan masalah secara holistik, yang sangat jarang dimiliki oleh pemimpin laki-laki. Bukan berarti pemimpin laki-laki lebih buruk ya? Mereka bisa lebih baik juga apabila mereka peduli dengan betapa timpangnya data dan kebutuhan laki-laki dan perempuan.

Sebagai contoh, kita bisa melihat kepemimpinan para perempuan di masa pandemi Covid-19 kemarin. Jacinda Adern, Angela Merkel, Sanna Marin, Tsai Ing-Wen, dan Mette Frederiksen bisa menjadi contoh yang baik dalam menangani kepanikan karena pandemi ini.

Akan tetapi, saya juga mengerti bahwa ketika membaca buku ini, tidak serta-merta bisa mengubah cara pandang yang sudah kita percayai dan ditanamkan seumur hidup kita. Tidak sedikit juga perempuan yang tidak percaya bahwa perempuan juga sama pentingnya seperti mereka menganggap laki-laki. 

"When it comes to nouns that refer to people, while both male and female term exist, the standard gender is always masculine."

Bagaimana kita bisa memulai perubahan? Dengan langkah-langkah kecil. Mari mulai dengan mendengarkan para perempuan. Mari peduli dengan kepentingan dan kebutuhan mereka. Sudah saatnya kita menggunakan kaca mata perempuan dalam menyelesaikan permasalahan dunia ini yang justru kerap terjadi karena terlalu berpihak dan menguntungkan laki-laki. Setuju, gak? ;)

Komentar

Postingan Populer