Surat Kepada Minke


Maaf apabila surat ini terlalu lancang, karena datang dari seorang perempuan yang berasal dari generasi yang amat sangat jauh dari masa kejayaanmu dulu. Kejayaan yang menyakitkan. Anda berada dalam abad yang bahkan saya pun belum jelas keberadaannya. Yang saya tahu adalah bahwa Anda hidup dan berjaya di masa ketika bangsa yang dulu dikenal sebagai Hindia Belanda. 

Saya mengenal sepak terjang Anda memang hanya dari tulisan Pramoedya Ananta Toer, yang begitu apik menceritakan tentang kehidupan Anda di masa dulu. Yah, walaupun demikian, saya berpendapat bahwa Pram juga sangat mengagumi Anda. Begitu banyak yang beliau tulis tentang Anda. Hanya masalah kemampuan pikiran saja yang membuat kisah tentang Anda tidak terlalu tersimpan rapi di dalam batin saya.  Saya memang perlu membacanya berkali-kali.

Pertama-tama saya begitu terharu dengan masa-masa muda Anda yang tidak berjalan begitu mulus. Berbeda dengan saya sekarang ini, memang tidak ada lagi penjajah, tapi penjajah justru bangkit dari dalam diri saya sendiri. Beberapa jenis penjajah juga sudah mulai bangkit dari orang-orang di sekitar saya. Mereka hendak mengucilkan saya, membiarkan saya menderita dalam genggaman mereka. Mereka tidak menyukai keinginan saya untuk bebas.

Apakah Anda merasakannya dulu semasa muda Anda? Ah…pengalaman kita memang jauh berbeda. Anda memiliki otak yang begitu cemerlang, suka belajar dan membaca buku, apalagi tidak segan-segan menyatakan pendapat kalau memang orang lain salah. Bahkan, keberlanjutan sekolahmu sempat menjadi taruhan kegigihanmu membela segala sesuatu yang Anda anggap benar. 

Anda juga begitu rendah hati dengan tidak menggunakan gelar kehormatan sebagai anak bupati di nama Anda. Walaupun, Anda sendiri yang mengatakan betapa Anda sangat tidak nyaman dengan gelar itu. Bahkan, Anda sempat mengingkari diri pernah terlahir sebagai Bangsa Jawa. Sungguh, sebuah sikap yang begitu luar biasa di tengah masih berkembangnya sikap primordialisme yang merasuk sampai ke tulang-tulang. 

Satu hal yang saya kagumi dari Anda adalah Anda begitu yakin dengan pilihan hidup Anda, walaupun banyak kalangan yang mencibir dan mempertanyakan pilihan yang menurut mereka sangat tidak masuk akal. Tapi, anjing menggonggong khafilah berlalu. Demikian juga dengan cibiran dan kutukan yang mereka utarakan, berlalu begitu saja tanpa bekas. Anda suka menulis, kan? Terima kasih sudah mengingatkan saya bahwa menulis merupakan sebuah kegemaran yang sangat berguna dan memberikan banyak manfaat berarti. 

Melalui tulisan Anda, banyak hal yang bisa terjadi. Begitu juga, ketika Anda mulai menulis di harian terbitan berbahasa Belanda, sungguh sebuah prestasi yang sangat luar biasa. Sama ketika Anda belajar untuk menulis dalam bahasa Melayu, sangat memberikan dampak bagi masyarakat jaman itu. Dan Anda tidak menyerah, kecuali pada takdir yang begitu berat yang menghadang perjalanan hidup Anda. 

Akan tetapi, saya bangga pernah mengetahui sebuah kisah perjalanan tentang manusia seperti Anda. Dimana Anda sudah mengalami kegelisahan sejak Anda muda. Anda juga tidak menyerah dengan kegelisahan itu, bahkan Anda berusaha sekuat tenaga untuk menemukan jawabannya. Bahkan di dalam masa pencarian itulah, Anda justru menemukan betapa takdir pun tidak bisa dikalahkan, walaupun dengan tulisan. Kadang-kadang. 

Terima kasih sudah menumbuhkan semangat perjuangan untuk tidak menyerah yang banyak saya tangkap dan coba meresapi melalui kisah hidup Anda yang begitu tragis dan mengharukan. 

Mengharukan bukan saja karena berhasil mengeluarkan air mata dari sarangnya, lebih-lebih karena kisah Anda telah membawa saya jauh masuk ke dalam makna yang semakin berarti di dalam hidup ini. Entah itu berupa jawaban untuk tujuan hidup, juga kegigihan walaupun dilanda permasalahan pelik.

Semoga masih ada jejak yang Anda tinggalkan untukku. Tentu, nisan tidak bernama bukan merupakan kesalahan dan kegagalan. Saya mengakui Anda adalah anak dari segala jaman. Anak yang dikandung dan dilahirkan oleh Bumi. 

Terima kasih Minke!

 "Sahaya hanya ingin jadi manusia bebas, tidak diperintah, tidak memerintah" begitu ucapanmu dulu.  "Tapi, bisakah kita benar-benar bebas, Minke?" Kini aku bertanya kepadamu.

Jakarta Mendung, 13 Nopember 2012 
21.08 Wib
M & M

Komentar

Postingan Populer