Batak dan Sangir
Setelah
beberapa bulan berada di Tanah Sangir ini, saya menemukan berbagai kesamaan
dari orang Batak dan orang Sangir. Kebetulan saya adalah orang Batak, dan saya
sedang berada di tanahnya orang Sangir, yaitu di Kepulauan Sangihe Propinsi
Sulawesi Utara.
Satu hal
yang sangat terlihat kesamaan antara orang Batak dan Sangir adalah masih
terikat erat dengan adat-istiadat. Orang Batak dan Sangir sama-sama memiliki
riwayat sebagai penganut animisme dan dinamisme di masa lampau. Saya menemukan
orang Sangir masih lekat dengan cerita mistis dan misteri dari kejayaan masa
lampau. Sama halnya seperti legenda ‘Danau Toba’ di Tanah Batak, orang Sangir
memiliki segudang cerita rakyat.
Orang Batak
maupun Sangir sama-sama didatangi oleh misionaris dari luar negeri untuk mengabarkan
injil dan menerangi kehidupan mereka. Misionaris yang datang ke Tanah Sangir
berasal dari Belanda, sedangkan yang datang ke Tanah Batak berasal dari Jerman.
Kedatangan
misionaris dari Belanda ini melahirkan Gereja Masehi Injili Sangir-Talaud (GMIST),
sedangkan kedatangan misionaris dari Jerman melahirkan Gereja Huria Kristen
Batak Protestan (HKBP). Tata ibadah kedua gereja ini masih tidak lepas dari
unsur budaya masing-masing, khususnya bahasa daerah dan kesenian. Ketika saya
masuk dan beribadah di GMIST, saya seperti sedang beribadah di HKBP saja. ‘Binohe
Susi’ merupakan Alkitab yang diterjemahkan ke Bahasa Sangir. Kalau di Batak,
Bibel namanya.
Kesamaan lain
antara Orang Batak dan Sangir adalah jiwa seni mereka yang tinggi. Orang Batak
dan Sangir sama-sama pintar menyanyi, memiliki suara yang khas, dan bisa
memainkan berbagai macam alat musik. Kecintaan mereka dengan dunia seni yang
satu ini membuat mereka sama-sama memiliki koleksi lagu yang banyak. Ketika
mendengarkan orang Sangir bernyanyi, baik satu orang maupun lebih, suara mereka
membentuk harmoni yang menyejukkan telinga.
Kesamaan
lain antara Orang Sangir dan Batak adalah sama-sama memiliki jiwa perantau. Orang
Batak sudah terkenal ada di mana-mana. Tapi, orang Sangir yang ada di
perantauan kebanyakan mereka dikenal sebagai Orang Manado, padahal bukan.
Nah, katanya
sih kalau bisa Orang Sangir menikah dengan sesama Orang Sangir saja. Harapan
orang tua Batak sih anak-anak mereka menikah dengan sesama Batak saja. Mungkin
sekarang sudah ada beberapa yang mulai longgar dengan aturan tidak tertulis
ini.
Orang Sangir
terbagi menjadi dua wilayah, ada yang di sangir darat, dan ada yang di sangir
laut. Orang yang berada di darat berbeda dengan yang di laut. Maksud saya
dengan sangir darat adalah orang Sangir yang mendiami wilayah dominan daratan,
begitu juga dengan laut.
Orang Sangir
masih memegang teguh adat-istiadat mereka. Walaupun sudah memiliki agama
monoteis, masih ada kepercayaan mereka yang masih bersangkut paut dengan kepercayaan
di kehidupan di masa lalu.
Jadi, berada
di Tanah Sangir ini sebenarnya tidak terlalu membuat saya asing dan merasa
asing, atau bahkan diasingkan. Saya seperti bertemu orang Batak, hanya saja di
tempat yang berbeda.
Pulau Para, 02.09.2013
16.33 WITA
M & M
Kalau boleh jujur, dari tulisan ini ibu guru tampaknya sedang berusaha keras beradaptasi dengan tempat ibu sekarang: mencari persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan..hahahaha..sotoy beud. kau telusuri dan dalamilah masyarakat sangir yang sedang mendidikmu sekarang. kalau sudah oke, kabari aku. mau ku baca maksudnya...hehe
BalasHapus