Wahai Perempuan, Jadilah Liar!

Jujur saja, awalnya saya tidak terlalu yakin untuk membaca buku ini walaupun temanya mengenai perempuan. 

Salah satu topik diskusi yang paling saya sukai adalah ketika mendiskusikan tentang perempuan dengan segala hal terkait hidup mereka. 

Setelah membaca halaman awal-awal, tanpa saya sadari saya terbawa menuju halaman demi halaman berikutnya sampai saya menyelesaikannya dalam waktu singkat. Ester Lianawati, penulis buku ini, merupakan seorang psikolog feminis. 

Mengetahui bahwa kajian ilmu Psikologi menggunakan pemikiran feminisme sebagai landasan merupakan hal yang baru bagi saya sekaligus menyenangkan. Aspek-aspek psike manusia bisa ditelaah dengan menggunakan landasan ini.

Beberapa topik menarik yang saya dapatkan setelah membaca buku ini adalah mengenai ajakan bagi para perempuan untuk berani menjadi diri sendiri, mengarusutamakan opini-opini mereka, membangitkan serigala betina yang mungkin sedang tertidur lelap, menjadi penyihir, dan tentunya menjadi liar.  

Menjadi penyihir atau menjadi liar mungkin bagi sebagian orang memiliki makna yang berbeda atau bahkan cenderung negatif. Tapi, dalam konteks yang ada di dalam buku ini, saya pikir ajakan si penulis masuk akal dan membuat membaca perempuan seperti saya semakin bersemangat. 

Liar dalam konteks buku ini adalah menjadi perempuan yang bebas. Bebas menjadi diri sendiri tanpa takut mengekspresikan diri dan pemikiran. Perempuan yang tidak takut melajang. Perempuan yang tidak takut maupun tertekan dengan pandangan dan opini orang lain. Perempuan yang mau dan mampu memilih jalan hidup sesuai dengan kehendak hati. 

"Akan tetapi berapapun usia perempuan lajang, kita tidak akan pernah bisa menerima ide bahwa perempuan-prempuan ini bisa bahagia dan apalagi lebih bahagia dibandingkan mereka yang menikah dan punya anak. Kita menganggap hidup mereka kering, depresif, dan pasti ada yang 'salah' dalam perjalanan hidupnya sampai kok bisa tidak menikah." (hal. 210)

Selain mengenai kelajangan dan pecan ibu yang disematkan kepada Perempuan, Penulis juga membahas tentang makna catnip yang sering menjadi masalah bagi banyak perempuan. Merasa tidak cantik Kalau dibandingkan dengan model iklan kecantikan. Tidak nyaman dengan diri sendiri. Melakukan berbagai cara uituk terlihat cantik dengan motivasi yang cenderung merugikan diri sendiri.

"Perlukah merasa cantik untuk mencintai diri sendiri?" (hal. 167)

Saya berpikir bahwa sudah terlalu lama perempuan menjadi budak budaya patriarki hingga kardang tidak mampu lagi melihat ketidakadilan peran dan standar yang disematkan kepada mereka. Tidak sedikit juga perempuan yang membenci perempuan. 

Kita mungkin lupa bahwa bisa jadi kita perempuan dikondisikan untuk bersaing satu dengan yang lain dan membenci satu sama lain. Mungkin salah satu tujuannya adalah supaya kita selamanya menjadi budak yang dikekang. Tidak melawan. 

Wahai perempuan, jadilah liar!



Komentar

Postingan Populer