Jalan Menuju Surga

 

Pagi itu saya memulai perjalanan saya menuju Lambaleda yang berada di Kab. Manggarai Timur, NTT. Ini adalah kali pertama saya menuju lokasi yang akan menjadi tempat tinggal saya selama beberapa bulan dalam rangka mendirikan perpustakaan ramah anak di sekolah terpilih.

Saya berganti mobil travel di Ruteng, setelah menempuh perjalanan sekitar empat jam dari Labuan Bajo. Saat itu memang sedang musim hujan. Jalanan lintas Flores yang penuh dengan kelokan menjadi menu utama. 

Setelah sekian lama berada di Manggarai, jalanan berkelok memang sudah menjadi santapan sehari-hari ketika saya berkunjung ke sekolah dampingan yang berada di daratan Manggarai. Awal-awal memang puyeng, tapi setelah dilakoni lama jadinya sudah terbiasa.

Akan tetapi, pagi itu saya tidak menyangka jalan seperti apa yang akan tempuh menuju Lambaleda ini. Saat kami memulai perjalanan dari Ruteng, saya menemukan pemandangan yang tidak biasa. Kabut tebal! Padahal kondisi jalan yang menurut saya agak sempit dan sebelah kiri langsung berhadapan dengan jurang. Lumayan ngeri juga!

Saya masih ingat komentar saya ketika melihat jalan berkabut ini "Seperti jalan menuju surga kali ya?". Si om sopir tertawa saja, karena dia sudah terbiasa dengan jalanan berkabut seperti ini. Belum lagi saya melihat kondisi jalan yang longsor yang kalau tidak berhati-hati, bisa menuju surga benaran. 

Pengalaman perjalanan ini membuat saya berpikir bahwa kabut yang terlihat menghalangi perjalanan ini ternyata pada akhirnya bisa dilalui juga kalau sudah mempersiapkan diri dengan maksimal. Melewati jalanan longsor dan berlobang pun menjadi terbiasa karena melakukannya hampir setiap hari.

Apakah mungkin begitu juga salah satu cara kerja dalam menghadapi permasalahan hidup sehari-hari? Apakah kita bisa menjadi terbiasa dengannya? 

Apakah kita menjadi mampu melewatinya karena telah mempersiapkan diri? Atau hidup punya cara sendiri untuk mengejutkan kita dengan kabutnya yang berbeda-beda setiap hari?

Ah... Serius amat, Mon! :D

Ende, 29 August 2020

M