#28 Apa Tujuan Hidupku?

Sudah berumur hampir 32 tahun masih saja berkutat pada pertanyaan yang sama. 

Ternyata mengajukan pertanyaan ini sudah menjadi kebiasaan sejak lama. Tidak tahu pasti apa yang menjadi penyebabnya. Saat kubuka jurnal yang kutulis pada tahun 2016 lalu, saya juga menulis pertanyaan yang sama. 

Apakah ini sesuatu yang biasa terjadi pada umat manusia? Secara teratur mempertanyakan kedirian dan tujuannya hidup?

Mungkin beberapa dari kalian sudah menemukan jawabannya. Misalnya untuk membesarkan anak dan mempersiapkan generasi mendatang menadi generasi yang lebih baik. Ada juga yang berpikir untuk menciptakan perdamaian dunia. Ada juga yang ingin melindungi bumi dari bahaya pemanasan global dan penggunaan plastik. Ada yang bertujuan untuk melindungi hewan-hewan langka dan terlantar. Selamat ya!

Saya mengucapkan selamat karena kalian sudah menemukan tujuan hidup kalian dan bisa menghidupi diri kalian dengan tujuan dan cita-cita itu. Tidak memiliki tujuan hidup tidak begitu menyenangkan. Saya sudah mengalaminya berkali-kali. Tidak bisa menjawab pertanyaan mengenai tujuan hidup rasanya seperti semacam penyakit yang tidak tahu di bagian tubuh mana, tapi rasanya tetap sakit.

Saya ingat dulu ketika masih menjadi relawan guru di Sangir pada tahun 2013, saya juga menanyakan pertanyaan yang sama kepada diri saya sendiri. Hamparan laut yang biru dan pancaran cahaya keemasan matahari ternyata tidak sanggup menghambat munculnya pertanyaan dasar seperti itu. 

Pertanyaan itu membuat hari yang saya lalui menjadi penuh dengan tanda tanya. Bukan situasi yang diharapkan ketika tidak ada kedai kopi untuk pergi sejenak minum kopi sambil merenungkannya. Kopi mungkin akan sedikit membantu kala itu.

Setelah menjadi relawan, saya kemudian bekerja di bidang yang kurang lebih mirip selama enam tahun belakangan. Saya punya kesempatan untuk melakukan perjalanan ke berbagai tempat terpencil, tempat yang cantik, bertemu banyak orang, dan belajar banyak hal. Akan tetapi, pertanyaan itu masih kerap muncul ketika saya ingin tidur di malam harı. Apa tujuan hidup saya?

Memiliki pekerjaan, tabungan yang cukup, dan relasi yang baik tidak menjadi jaminan untuk terbebaskan dari pertanyaan-pertanyaan yang kurang nyaman seperti itu. Kurang nyaman karena pertanyaan ini berhasil membuat saya mempertanyakan kembali apa yang sudah saya lakukan dan apakah itu berarti sama sekali. Seringnya jawaban yang datang bukanlah sesuatu yang optimis.

Saya kadang salut juga dengan orang-orang yang mampu berpikir positif. Ada kalanya saya berharap memiliki kekuatan seperti itu di saat-saat genting seperti saat munculnya pertanyaan itu. Seringnya tidak pernah muncul.

Saya pernah berpikir tujuan hidupku adalah merawat orang tua, memberi makan kucing, membaca semua buku, dan menulis (?). Tapi, seiring berjalannya waktu semua tujuan yang saya pikirkan itu tidak bertahan lama. Mungkin aku hanya sedang menghibur diriku sendiri. Membuat jawaban yang bisa menenangkan pikiranku untuk sesaat.

Jadi, setelah berpikir cukup lama, saya belum bisa menemukan tujuan hidupku yang sebenarnya. Tapi, kalau menggunakan landasan berpikir eksistensialis yang dikemukakan oleh Sartrè atau Camus, saya lah yang bertanggung jawab untuk menentukan hidup saya bertujuan atau tidak

Kadang saya berpikir mungkin dengan tidak memikirkan hal seperti ini bisa membuat hidup saya lebih ringan. Mungkin saja.

Komentar

Postingan Populer