Homo Deus: Hidup Dalam Algoritma


"Keinginan-keinginan kita bukan lagi sesuatu yang benar-benar kita inginkan, tapi keinginan yang dipilihkan kepada kita secara tidak sadar. "

Setelah membaca bukunya yang berujudul Sapiens, pembaca saya ajak untuk membaca buku Homo Deus ini. Buku ini merupakan seri kedua dari trilogi Sapiens. Kalau di Sapiens kita membaca tentang revolusi yang membentuk kehidupan kita sampai saat ini seperti Revolusi Kognitif, Revolusi Pertanian, Revolusi Industri, sampai Revolusi sains, maka di dalam buku Homo Deus ini kita akan diperkaya tentang Revolusi Data. Algoritma. Data. 

Di dalam buku Sapiens, Yuval sudah membahas tentang potensi AI (Artificial Inteligence) untuk menggantikan manusia dalam berbagai macam bidang. Sekarang kita akan membahas bagaimana data dan  algoritma membawa kita ke level hidup yang selanjutnya.

Secara garis besar, Yuval membahas mengenai bagaimana algoritma akan mengubah interaksi antar manusia maupun interaksi manusia dengan dirinya sendiri. Misalnya, saat kita mengunggah foto makanan kesukaan kita di facebook atau instagram, maka algoritma keduanya akan menilai jenis makanan yang kita sukai.

Premisnya adalah mesin algoritma akan lebih mengenal diri kita dibanding kita sendiri. Yuval berpendapat bahwa mesin-mesin yang kita gunakan sehari-hari, tanpa kita sadari akan menyimpan data kita untuk mereka sendiri yang kelak bisa mereka gunakan untuk kepentingan si pembuat mesin. 

Mereka akan menilai makanan kesukaan kita, tempat wisata favorit kita, buku kesukaan kita, baju kesukaan kita, film kesukaan, lagu kesukaan, sampai semua informasi mengenai kita deh pokoknya.

Masih ingat ketika Facebook dituduh menjual data penggunanya ke suatu lembaga politik di Amerika? Nah, di era algoritma ini, data kita akan dengan mudah disalahgunakan karena 'kerelaan' kita memberikan data-data itu melalui mesin yang kita gunakan.

"Emosi dan kecerdasan hanyalah algoritma."

"Meskipun kita memiliki lebih banyak pilihan ketimbang sebelumnya, kita sudah kehilangan kemampuan untuk benar-benar memperhatikan yang kita pilih."

Pernah tidak membeli barang secara online bukan karena kita membutuhkannya tapi karena kita pikir kita akan membutuhkan barang itu?

Kita juga disuguhi banyak iklan berdasarkan informasi yang kita cari di mesin peramban atau yang kita klik di media sosial kita. Pernah tidak kalian melihat laman youtube dan kemudian tersadar bahwa youtube menyuguhkan video yang mirip-mirip dengan video yang kita tonton sehari atau sejam sebelumnya?

Begitulah cara algoritma membaca dan mengenali kita.

Keinginan-keinginan kita bukan lagi sesuatu yang benar-benar kita inginkan, tapi keinginan yang dipilihkan kepada kita secara tidak sadar. Lama-kelamaan kita tidak lagi mengenali diri kita sendiri. 

Apakah pilihan yang sedang kita buat berdasarkan penilaian murni pemikiran kita atau merupakan pilihan yang disuguhkan kepada kita? Nah loh! Ribet amat.

Berikut pertanyaan yang disisakan oleh Yuval untuk kita yang membaca buku ini:

1. Apakah organisme memang benar-benar algoritma, dan kehidupan benar-benar hanya pemrosesan data?

2. Apa yang lebih berharga -- kecerdasan atau kesadaran?

3. Apa yang akan terjadi pada masyarakat, politik, dan kehidupan sehari-hari ketika algoritma-algoritma non-kesadaran tetapi sangat pintar mengenal kita lebih baik dibandingkan kita sendiri?


Selamat merenung!


Ende, Juli 2020
M




Komentar

Postingan Populer