The Catcher in the Rye: Saat Dunia Dipenuhi Kepalsuan


"I'd just be the catcher in the rye and all. But that's the only thing I'd really like to be."


The Catcher in the Rye dipublikasikan pada tahun 1951 dan menjadi novel yang mengubah sejarah kepenulisan di Amerka dan hidup J.D Salinger sendiri. 

Akan tetapi, J.D Salinger tidak terlalu siap menerima ketenaran yang dia dapatkan setelah novel dibaca banyak orang. J.D Salinger termasuk penulis yang unik, salah satunya karena dia jarang menerima tawaran untuk wawancara maupun publikasi lainnya. Salinger lebih senang menyendiri dan menjauh dari kerumunan orang banyak.

Novel ini merupakan salah satu buku yang sempat dilarang beredar di Amerika. Buku ini dianggap bisa memberikan pengaruh kepada pembacanya untuk melakukan perlawanan, bahkan dianggap mengandung unsur komunisme. 

Tokoh utama dalam novel ini adalah seorang pemuda berusia 16 tahun bernama Holden Caulfield. Holden menjadi narator utama di dalam buku ini. Holden merupakan seorang anak remaja yang dikeluarkan dari sekolah elit tempatnya bersekolah karena nilai pelajaran yang tidak bisa diselamatkan lagi. Holden sudah beberapa kali pindah sekolah karena tidak terlalu peduli dengan kehidupan sekolah dan pertemanan di sekolahnya.

Holden merupakan seorang remaja yang bisa dianggap frustasi dengan keadaan orang-orang dan lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain Holden membenci semua yang ada di sekelilingnya. Sekolahnya. Orang tuanya. Orang-orang yang ia temui di sekolah. Holden menganggap semua orang penuh dengan kepalsuan. Salah satunya ketika Holden meyaksikan bagaimana kepala sekolahnya berbicara dengan keprihatinan dan senyum yang berbeda kepada orang tua murid yang miskin dan dengan sepenuh hati berbicara dengan orang tua murid yang kaya.

Holden frustasi dengan banyaknya manusia yang bisa menipu diri sendiri sedemikian rupa. Holden kecewa dengan keadaan dan orang-orang di sekitarnya, sampai-sampai ia ingin kabur meninggalkan semuanya. 

Hanya ada satu orang yang disukai oleh Holden di dunia ini, yaitu adik perempuannya yang bernama Phoebe. Phoebe memutuskan untuk ikut kakaknya kabur. Niat Phoebe untuk mengikuti kemanapun kakaknya pergi, membuat Holden membatalkan rencananya.

Saat bercerita dengan adiknya mengenai rasa putus asa dan frustasinya akan kehidupan yang ia jalani, Holden berkata bahwa dia hanya ingin menjadi seorang 'Catcher in the Rye'. Bebas dan tidak ada beban. Ahh... Sungguh mendamaikan. 

Sepanjang membaca buku ini, saya merasa sedang mendengarkan seorang pemuda yang mencurahkan isi hatinya, tapi juga ingin tetap menjaga jarak. Holden Caulfield menjadi simbol kemarahan dan perlawanan akan sistem kehidupan yang penuh dengan tipu daya dan kepalsuan. Holden melakukannya dengan cara mengalienasi dirinya (kabur) dari semua kehidupan yang sedang ia jalani.

Obrolannya dengan Phoebe menjadi cerita yang paling menghibur sepanjang membaca buku ini, karena saat bercerita dengan adiknya, Holden menjadi pribadi yang menyenangkan dan menyejukkan. Kelembutan jiwanya terasa melalui obrolan-obrolan ringan mereka yang jujur dan remeh-temeh. 

Saya berpikir, Phoebe lah sosok yang bisa membuat Holden mau memaafkan keadaannya. Holden memikirkan rencana-rencana yang menyenangkan dan seperti kembali menjadi dirinya, yang seharusnya masih menikmati masa-masa remaja menuju dewasa. 

Buku ini merupakan salah satu buku yang layak dibaca berkali-kali. Saya masih dalam usaha untuk menemukan dan membaca karya J.D Salinger lainnya. Membaca karya-karyanya pasti bisa menyentuh sisi kelembutan jiwa yang mungkin dimiliki oleh semua manusia.

Selamat membaca!


Ende, Juli 2020
M














Komentar

Postingan Populer