Sastra Indonesia Timur (2): Orang-orang Oetimu


"Orang-orang cepat jatuh hati pada kemiskinan dan selalu ingin menjadi pahlawan."

Orang-orang Oetimu merupakan buku karya Felix K. Nesi yang pertama saya baca. Novel ini merupakan novel pemenang Sayembara Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 2018. 

Felix K. Nesi juga terpilih sebagai 'Emerging Writer' di Makassar International Writers Festival pada tahun 2015. Pemuda 32 tahun ini lahir di Nesam-Insana di Timor, Nusa Tenggara Timur.

Novel ini mengisahkan cerita hidup Orang-orang Oetimu seperti yang sudah terlihat dari judulnya ya. Nasib tokoh-tokoh yang ada di dalam buku ini berkelindan dan saling bertautan satu dengan yang lain. 

Sersan Ipi misalnya. Sersan Ipi merupakan anak dari seorang perempuan Timor Leste yang  menjadi budak seks tentara Jepang dan melarikan diri sampai ke Oetimu setelah Jepang dikalahkan oleh sekutu. 

Sersan Ipi dirawat oleh Am Siki, seorang tetua ada yang dihormati di desanya dan percaya bahwa roh nenek moyangnya mendiami pohon sukun yang menjadi salah satu sumber makanan mereka. Am Siki entah dengan kekuatan dari mana berhasil lolos dari kerja paksa Jepang pada masa itu. Am Siki lah yang merawat ibu Sersan Ipi hingga melahirkannya dan meninggal setelahnya.

Sersan Ipi jatuh cinta kepada Silvy, anak SMA pindahan dari Kupang setelah mendapat masalah di sekolah swasta yang sangat terkenal yang dipimpin oleh Romo Yosef. Romo Yosef yang memendam cinta kepada mahasiswi akvitis yang ia temui saat masih muda, secara tragis harus berakhir karena perempuan itu memilih untuk bunuh diri. Maria bunuh diri setelah suami dan anaknya menjadi korban tabrakan dengan truk yang membawa rombongan tentara.

Felix juga mengisahkan bagaimana pahlawan pembebasan Timor Leste untuk merdeka dari Indonesia dan perjuangan mereka melawan elit-elit tentara Indonesia, walaupun menurut saya terlalu sedikit pembahasannya itu. Selain itu, buku ini juga mengandung kritikan kepada gereja dan pemimpin agama Katolik.

Banyak sekali topik yang disajikan oleh Felix di dalam karyanya kali ini. Mulai dari penjajahan Belanda - Jepang, penjajahan Indonesia atas Timor Leste, persaingan bekas elit tentara, hingga isu gereja dan agama. Semua topik ini ditulis dalam 220 halaman.

Setelah selesai membaca novel ini, yang terbersit dalam benak saya adalah "Wah...Kurang panjang nih ceritanya." :D

Untuk topik yang banyak dan penting ini, sangat wajar kalau sampai ditulis hinggal 500-an halaman. Tapi, saya juga yakin Felix mungkin punya pertimbangannya sendiri.

Potret kemiskinan juga dijelaskan oleh penulis dengan perspektif yang berbeda. Alih-alih membuat ratapan dan protes kepada negara, Felix justru menggambarkan kemiskinan ini melalui seorang tokoh partai yang berdonasi dan membantu orang miskin sambil membawa wartawan untuk mengabadikan momen itu. Iya, benar kata Felix, kita memang sangat mudah jatuh cinta kepada kemiskinan dan selalu ingin menjadi pahlawan.

Saya menyukai topik mengenai perjuangan kelompok Fretilin yang ingin memerdekakan diri dari Indonesia dan menurut saya dikupas dengan sangat sedikit di dalam novel ini.  Jadi, makin penasaran deh. Menarik sekali mempelajari sejarah bangsa ini yang sumber ceritanya sangat terbatas dan tertutup. Agak nanggung sih memang. :) 

Selamat membaca, kawan!


Ende, Juli 2020
M

Komentar

Postingan Populer