Lesson Learned #8: Berjarak dengan Bos


"Your boss is not your friends or family"

Pernyataan saya di atas bisa saja salah, tergantung pengalaman masing-masing orang. Ada juga orang yang beruntung mendapatkan bos yang memperhatikan perkembangan anggotanya, tapi tidak sedikit bos yang memang hanya peduli dengan kepentingan pribadinya saja. 

Memanfaatkan anggota timnya untuk kepentingannya sendiri. Hisap karyawan sampai habis. Kok kayak dracula? Hahah....

Pengalaman saya selama delapan tahun terakhir ini mengajarkan saya untuk tetap berjarak dengan pimpinan saya. Sebaik apapun mereka, relasi kita tidak akan berubah. Pemberi kerja dan yang diberikan kerja. Perlakuan baik yang mereka lakukan dalam rangka untuk memenuhi target pekerjaan saja. 

Ya, kebayanglah kalau memperlakukan karyawan dengan buruk tapi di waktu yang sama mengharapkan karyawannya melakukan yang terbaik untuk kepentingan perusahaan atau organisasi. Ya tidak nyambung.

Sewaktu bekerja dengan salah satu produser acara di stasiun televisi nasional, saya bertemu dengan orang-orang yang peduli dengan anggota timnya. Mereka seperti keluarga yang saling memperhatikan. Saya juga bertemu dengan salah satu produser yang memperlakukan saya seperti adiknya. Traktir makan, minum kopi bareng, menginap di rumahnya, minum wine, memperkenalkan kepada keluarganya, dan bercerita tentang kehidupan masing-masing. 

Sungguh indah sekali. Saya merasa beruntung sekali saat itu, walaupun pekerjaan saya tidak selalu berkaitan dengannya. Saya bahkan tidak berada di bawahnya langsung. Rest in Power, Mbak Lisa! 

Kalau saat ini kamu mendapatkan bos atau pimpinan yang memang peduli dan memperhatikan perkembanganmu, bahkan bersedia menjadi mentor, kamu masuk di dalam kategori orang yang sangat beruntung. Jumlah bos yang seperti itu tidak banyak. Tidak ada alasan bagimu untuk tidak melakukan yang terbaik.

Akan tetapi, kalau bos atau pimpinanmu memperlakukanmu seperti babu yang harus selalu ada kapanpun dan tidak peduli dengan kehidupanmu atau kemampuanmu, iya silakan dipikirkan dan direnungkan kembali kenapa kamu bekerja dengannya. Banyak cara juga untuk mengantisipasi hal-hal seperti ini.

Tips dari saya adalah dengan menjaga jarak. Apabila bos atau pimpinanmu sudah melakukan hal-hal yang tidak bisa kamu tolerir lagi, mungkin sudah saatnya untuk speak up. Saatnya untuk berbicara. Hal ini penting karena banyak sekali mereka yang di posisi tinggi tidak bisa mendengar apa-apa karena anginnya bertiup kencang di sana. Hahaha... Tau kan maksudku? 

Perlu keberanian sih emang. Banyak karyawan tidak berani berbicara karena takut dipecat dan kehilangan sumber penghidupannya. Ada juga yang berani tapi hidupnya tetap terancam. Semua pilihan memang ada konsekuensinya. 

Saya pernah berada di dua posisi itu. Kalau saya tetap diam, saya tidak bisa berdamai dengan hati saya yang selalu menolak. Seringnya tidak bisa tidur nyenyak karena selalu kepikiran. Akhirnya mau tidak mau tetap speak up supaya bisa tidur nyenyak e. :D

Bagaimana dengan pengalamanmu?
Semoga kita tetap bisa memilih untuk mengikuti hati nurani, walaupun kita tahu pilihan ini tidak akan pernah mudah. Seringnya terjal.



Ende, Juli 2020
M






Komentar

Postingan Populer