To A God Unknown: Mencari Tuhan Yang Tak Diketahui


"...And there are times when the people and the hills and the earth, all, everything except the stars, are one, and the love of them all is strong like a sadness."

Saat membaca judul buku ini pertama kali saya merinding loh. Judulnya terasa magis. Atau horor kali ya? :) 

Seperti bahasan saya mengenai John Steinbeck di ulasan saya yang lalu mengenai bukunya yang berjudul 'Of Mice and Men' , karya-karya beliau memang selalu bisa menembus bagian paling rapuh di dalam hati saya. 

Saat membaca buku-bukunya, terkadang seperti mendapat siraman air hangat di dalam hati. Kadang-kadang terharu juga sampai menghangatkan kelenjar air mata.

Nah, bukunya yang satu ini juga tidak kalah syahdunya. Cerita hidup para tokoh di dalam buku ini memunculkan banyak pertanyaan dan juga kekaguman akan kehidupan di dunia ini. Kekaguman akan banyaknya hal misterius yang belum sampai ke akal sehat. Akan tetapi, tidak kemudian membencinya. Justru menerimanya sebagai bagian dari ketidaktahuan yang sakral. Eh.. Berat amat ya bahasanya? 

Joseph Wayne berangkat ke Salinas, Califronia untuk mengurus tanah yang menjadi warisannya setelah ayahnya meninggal. Saat itu di pegunungan Salinas belum banyak pemukiman warga, bahkan orang Indian pun tidak banyak tinggal di sana.

Saat tiba di Salinas, Joseph percaya bahwa tanah yang menjadi bagiannya ini akan membuatnya dan keluarganya makmur. Tanah yang subur akan memberi makan banyak orang. Akan tetapi, Joseph tidak mendapat dukungan dari saudara-saudaranya. Saudaranya yang lain memilih menjual kembali tanah bagian mereka dan mengerjakan pekerjaan yang dianggap lebih baik dari pada menjadi petani.

Di tanah bagian Joseph itu terdapat sebuah pohon yang sangat besar dan sudah tua. Joseph percaya bahwa roh ayahnya bersemayam di dalam pohon itu. Pohon ini adalah bukti bahwa tanah yang dia kerjakan diberkati dan berhasil. Doa dan harapan Joseph memang terkabul. Pertaniannya menghasilkan banyak panen dan hewan ternaknya menghasilkan kebutuhan dengan melimpah.

Tapi, apa daya malang tak dapat ditolak. Burton, saudara Joseph yang seorang pendeta menebang pohon keramat yang selama ini menjadi sosok yang sakral baginya. Joseph begitu sedih dan menderita. Setelah pohon keramat itu ditebang kehidupan Joseph mulai berantakan dan perlahan-lahan hancur. Mulai dari istrinya yang meninggal, hewan ternaknya mati karena kelaparan, dan hasil panen yang menipis.

Joseph putus asa. Ditemani oleh sahabatnya yang bernama Juanito, seorang Indian yang telah lama membantunya di pertanian itu, mereka mencari jawaban akan penderitaan yang ia alami itu. 

Akhirnya, Joseph bunuh diri di dekat sungai keramat yang ia percaya telah memberikan kehidupan kepadanya, hewan ternaknya, ladangnya, dan keluarganya selama ini. 

Seperti yang sudah saya sebutkan di awal tulisan ini, John Steinbeck selalu berhasil membangunkan sebuah kesadaran yang hangat sekaligus menyedihkan

Melalui pencarian Joseph akan pencapaian kehidupan spiritualnya dalam pohon keramat maupun sungai keramat, saya belajar bahwa benda-benda di alam semesta ini bisa menjadi begitu sakral. Atau memang sudah sakral dari sananya. 

Pohon, sungai, gunung, mata air, hutan, laut, dan bintang-bintang di atas sana bisa jadi memiliki roh. Roh atau apalah yang membuat hati manusia seperti Joseph bisa damai oleh keberadaannya.

Akan tetapi, dengan bermunculannya agama-agama Monoteis, banyak juga penganut kepercayaan seperti Joseph ini yang mengalami perundungan bahkan diskriminasi. Manusia sekarang sudah dibutakan dengan agama dan 'tuhan' mereka yang pendendam dan suka menghukum itu.

Iya, setiap manusia berhak untuk menemukan Tuhan yang mereka percayai.
Tuhan yang mungkin tidak berwujud.
Tuhan yang tidak punya nama.
Tuhan yang tidak diketahui itu.

Selamat membaca!
Selamat menemukan


Ende, Juli 2020
M

Komentar

Postingan Populer