Lesson Learned #10: Personal vs Profesional

Di dalam dunia pekerjaan, setiap orang dituntut untuk bisa menjaga relasi profesional dengan rekan kerja lainnya. 

Mengingat yang kita lakukan adalah hubungan antar manusia ya, tidak menutup kemungkinan juga adanya potensi-potensi relasi yang mengarah ke dunia personal. Iya gak sih?

Kalau saya pribadi, untuk orang-orang tertentu yang walaupun bertemu dalam dunia profesionalisme, saya bawa juga dalam ranah personal saya. Apalagi kalau mereka menyisakan semangat dan dedikasi yang membekas di dalam diri saya.

Salah satu sosok yang menginspirasi saya sampai saat ini adalah Bapak guru Aser. Kami bertemu saat saya sedang mengerjakan proyek perpustakaan di sekolahnya. Pak guru sudah pensiun sebenarnya, tapi karena masih bersemangat untuk didik anak-anak, akhirnya pak guru tetap dipekerjakan di sekolah. Saat saya ke sana, pak guru mengajar kelas VI.

Saya melihat langsung bagaimana pak guru berinteraksi dengan anak-anak. Mereka sayang dengan pak guru, sekaligus hormat. Pak guru Aser adalah sosok yang meninggalkan inspirasi dan semangat yang masih terasa sampai saat ini. Terima kasih, Pak Guru Aser! Rest in Peace untuk pak guru. 

Membawa cerita baik dari pekerjaan ke dalam ranah personal tentu sangat mudah ya. Bagaimana dengan cerita yang tidak menyenangkan? Bagaimana ketika mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan?

Nah, untuk hal-hal tidak menyenangkan ini, saya berusaha sekali untuk tidak membawanya ke ranah personal. Kalau tidak setuju dengan cara kerja rekan kerja secara personal, sebisa mungkin tidak menjadi alasan untuk merusak hubungan personal yang tadinya ada. Akan tetapi, saya juga sadar kalau hal seperti ini tidak mungkin bisa murni 100% terpisahkan.

Ada juga yang tidak cocok secara pekerjaan, tapi masih bisa berteman. Ada juga yang cocok dalam bekerja, tapi tidak terlalu cocok ketika menjalin relasi ke ranah personal.

Ada memang yang bagus saat menjadi rekan profesional. Ada yang bagusnya saat menjadi teman saja. Teladan yang diberikan Pak guru Aser kepada saya adalah lakukan yang terbaik sampai 200% mu. Bekerja dengan hati. Ahh... Bisa rindu juga kepada beliau. Ketulusan memang bisa mengalahkan semua niat-niat yang salah. 

Rest in Peace, Pak guru! :))
Intinya, saya selalu mengizinkan diri saya untuk mengambil nilai-nilai baik dari dunia profesional untuk saya internalisasi ke dalam diri saya, yang bisa jadi menjadi nilai baru yang saya anut. Saya beruntung selama perjalanan pekerjaan saya delapan tahun belakangan ini bertemu dengan orang-orang yang memperkaya nilai-nilai kehidupan saya.

Nilai-nilai kehidupan yang saya pilih dan ambil itu tidak mungkin bisa saya internalisasi ke dalam diri kalau saya membatasi diri dalam lingkup profesionalisme semata. Jadinya, pengalaman selama bekerja tidak hanya menambah kemampuan menyelesaikan tugas profesi, tapi juga menambah nilai-nilai kehidupan yang jauh lebih laten dan bermanfaat. Yekan? :))


Ende, Juli 2020
M



Komentar

Postingan Populer